Kamis, 27 Juli 2017

Makna Yang Tersirat Di Balik Amal dan Ibadah “Lempar Jumrah”

                                                                                       Bagian 18



Barang siapa kenal dirinya maka kenal ia Tuhannya,
Barang siapa kenal Tuhannya maka sesungguhnya, tiadalah dirinya.

,السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ , بــِـسْمِ اللهِ الرَّحْــمٰنِ الرَّحِــيْمِ 
,الحــمدلله ألصــلاة والســلام على رسـول الله
و على آله وصـحبـه اجـمعيـن 
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانِ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ , اَمَّا ب

Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam semesta, berfirman,

فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ ۚ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ رَمَىٰ ۚ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلَاءً حَسَنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. 
(QS, Al Anfaal Ayat : 17)
Alhamdulillah, segala puji  dan puja bagi Allah, Dialah cahaya langit dan bumi, Dia memberikan cahaya Nya di waktu malam gelap gulita, Dia memberikan penerangan dengan cahaya Nya yang bagi siapa-siapa saja yang menghampiri Nya dan Dia membukakan hijab dari yang menutupi cahaya sehingga berdampakkan Nurin ala Nurin, bagi siapa-siapa yang dikehendaki Nya. sehingga sampai kepada saat ini, umur kita masih berkhah di dalam Imani wal Islami,sehingga dengan kekuatan dorongan Imani wal Islami tersebut kita mempunyai kemampuan menyisihkan waktu untuk membaca dan memahami postingan yang penulis unggah dalam rangka meneruskan kewajiban yaitu menambah Ilmu pengetahuan agama.

Sembari kita iringkan sholawat beserta salam kepangkuan rohaniah junjungan kita pimpinan agung Nabi besar Muhammad SAW, yang di utus oleh Allah ta’ala spesialis zulumati Ilaa nur, untuk memandu umat manusia supaya keluar dari lembah hina, hidup zulmah (gelap) tanpa aturan illa nur menujuh arah cahaya yang terang benderang, di seluruh aspek kehidupan zhohir dan batin, baik itu untuk kepentingan duniawi wal akhirati, di sana di atur oleh Allah spesialis menurut kebutuhan manusia itu sendiri, kiranya mari kita sama berharap agar senantiasa Allah ridho atas kerja baik yang kita lakukan, sehingga syafa’at Rasulullah, tersebut melimpah dan menghunjam  kelubuk jiwa kita bersama. Yang mulia tuan-tuan guru Syekh, Kyai, dan Alim Ulama’ rahiimahkumullah, mohon, izin dan restunya untuk membahas tentang Rukun Islam, kelima yakni,”Hajji dan Umroh” (dalam pengkajian nantinya kita hanya membahas tentang, Makna Yang Tersirat Di Balik Amal dan Ibadah “Lontar Jumrah” rukun Islam pertama “Syahadah” sangat berpotensi kuat sekali dalam hal ini, melihat kondisi kepada khususnya  umat Islam dan jika terdapat ke keliruan dalam penyampaian, mohon di luruskan. 

Dengan rasa syukur yang mendalam penulis berterima kasih kepada Yang mulia tuan-tuan guru Syekh, Kyai, dan Alim Ulama’ serta Ikhwan wal Akhwat rahimahkumullah, yang telah berkenan memberikan sugesti, ide-ide, saran dan masukannya , Alhamdulillah, dari postingan yang telah terungga di Media sosial (Facebook) dapat di tampilkan di dalam satu Blog. Dan harapan penulis untuk menanggapi artikel yang diungga kiranya kita menggunakan ilmu dalil (bukti) dari Al Qur‘an, ilmu madlul (yang di buktikan) dari Al Qur’an dan Ayat Muktamat (ayat yang terang artinya tidak memerlukan penafsiran) dan ayat muktasabihat (ayat yang perlu penjelasan) dari Al  Qur’an Alhamdulillah, InsyaAllah, dari awal hingga saat ini kita megupas terus masalah pokok-pokok agama besar ini (agama Islam) yakni, "Rukun Islam, Rukun Iman dan Rukun Ikhsan" yang saling keterkaitan satu dengan yang lainnya, khususnya kepada Rukun Islam Pertama “Syahadah”sebagai pondasi kekuatan yang sangat dahsyat yang tidak boleh terlepas dari amalan-amalan lainnya, itu yang di sebut “Tauhid” ataupun “Aqidah” tetap pertahankan walaupun kita harus menggigit sekuat-sekuatnya dengan gigitan gigi graham sekalipun apa yang akan terjadi, sekalipun itu nyawa taruhannya, demi mentauhidkan Allah, hingga ke alam akhirat yang kekal dan abadi. 

Ikhwan wal Akhwat sekalian yang di berkhahi Allah SWT,Tuhannya manusia dan Tuhannya alam semesta ini, sebelum kita meneruskan pembahasan yang di maksud penulis meminta meluangkan waktu sejenak berdo’a untuk khususan Ikhwanul Mu’minin wal Mu’minat di Palistina (Gaza), dan terkhusus smoga Allah SWT, menetapkan Sifat Qudrat dan Iradat Nya kedalam Jirim dan Jisim Mujahid-Mujahid Islam untuk menghadapi musuh-musuh Allah dan Rasul Nya, dengan membaca Al Fateha . . . muda-mudahan dengan kalimah-kalimah Haq yang kita mohonkan, akan menjadi kekuatan zhohir wal batin bagi Ikhwanul Mu’minin wal Mu’minat dan Mujihidin-Mujahidin yang berada di Palestina (Gaza) maupun di Masjidil Al Aqso, Aamiin . . yaa Robbal ‘Aalamiin. Prinsif yang harus benar-benar kita pengangi adalah Firman Allah SWT, berikut.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Jangan kamu turutkan amal yang kamu tidak mengerti ilmunya, Sesungguhnya nanti, telinga kamu, mata kamu, hati kamu semua masing-masing akan di tanyai pertanggung jawabannya, kamu perturutkan amal padahal kamu tidak mengerti apa yang kamu amalkan. (QS. Al Isra’ Ayat : 36).

Alhamdulillah pekan lalu kita teleh menelusuri, amal dan ibadah seorang Abdi Allah, mengamalkan perintah dengan amalan yang tersirat di balik amal dan ibadah Sa’i dengan menggunakan ilmu syari’at dan ilmu Hakekat yang Allah berlakukan. Dan kini mari kita ikuti selanjutnya perjalanan amal dan ibadah Abdi Allah menuju amal dan ibadah “Lontar Jumrah”. Lempar jumrah atau lontar jumrah adalah sebuah kegiatan yang merupakan bagian dari ibadah haji tahunan ke kota suci MekkahArab Saudi. Para jemaah haji melemparkan batu-batu kecil ke tiga tiang (jumrah; bahasa Arabjamarah, jamak: jamaraat) yang berada dalam satu tempat bernama kompleks Jembatan Jumrah, di kota Mina yang terletak dekat Mekkah. Para jemaah mengumpulkan batu-batuan tersebut dari tanah di hamparan Muzdalifah dan meleparkannya. Kegiatan ini adalah kegiatan kesembilan dalam rangkaian kegiatan-kegiatan ritual yang harus dilakukan pada saat melaksanakan ibadah haji, dan umumnya menarik jumlah peserta yang sangat besar (mencapai lebih dari sejuta jemaah).
عن ابن عباس رضي الله عنهما رفعه إلى النبي ‘ قال :” لما أتى إبراهيم خليل الله المناسك عرض له الشيطان عند جمرة العقبة فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ، ثم عرض له عند الجمرة الثانية فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ، ثم عرض له عند الجمرة الثالثة فرماه بسبع حصيات حتى ساخ في الأرض ” قال ابن عباس : الشيطان ترجمون ، وملة أبيكم إبراهيم تتبعون
Dari Ibnu Abbas radhiyallallahu’anhuma, beliau menisbatkan pernyataan ini kepada Nabi, “Ketika Ibrahim kekasih Allah melakukan ibadah haji, tiba-tiba Iblis menampakkan diri di hadapan beliau di jumrah’Aqobah. Lalu Ibrahim melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itupun masuk ke tanah . Iblis itu menampakkan dirinya kembali di jumrah yang kedua. Lalu Ibrahim melempari setan itu kembali dengan tujuh kerikil, hingga iblis itupun masuk ke tanah. Kemudian Iblis menampakkan dirinya kembali di jumrah ketiga. Lalu Ibrahim pun melempari setan itu dengan tujuh kerikil, hingga iblis itu masuk ke tanah“.Terdapat bukti yang kuat, yang membenarkan kesimpulan ini. Diantaranya adalah firman Allah ta’ala,
  وَاذْكُرُوا اللَّهَ فِي أَيَّامٍ مَعْدُودَاتٍ                                              

Dan berdzikirlah  (ingat) Allah dalam beberapa hari yang berbilang (QS.Al-Baqarah: 203).

Masuk dalam cakupan perintah berdzikir pada hari-hari yang berbilang dalam ayat di atas adalah melempar jumrah. Karena Allah ta’ala berfirman pada potongan ayat selanjutnya,tujuh batu krikil yang di lemparkan oleh seorang Nabi Ibrahim as (Abdi Allah) kepada iblis la’natullah, jika di tarik ke dalam diri ketika si "Salik"yang sedang mengamalkan “Tarekat”, maka iblis la’natullah yang bersarang di tujuh "Latifah-Latifah", lari pontang panting dengan hunjaman-hunjaman "Zikrullah" yang di tujukan ke tujuh "Latifah-Latifah" tersebut dengan bertubi-tubi, yang selama ini iblis la’natullah menutupi Makam Kebesaran "Ilaahi" agar Makam-Makam tersebut tiada memancarkan "Nurullah" (cahaya Allah), khususnya pada Makam "Latifatul Qalby" (hati), Makam ini yang paling banyak di hunjamkan dengan Zikrullah karena di sinilah letak zona terpenting sehingga iblis la’natullah beserta bala tentaranya menguasai dan menjaga dengan super ketat, dari Makam-Makam lainnya. Bila mana Makam Latafatul Qalby (hati) ini, terus menerus di hunjamkan oleh si Salik dengan zikrullah, Makam Latifatul Qalby(hati) akan terkuak dan memancarkan Nurullah (cahaya Allah) yang gilang gemilang, yang dengan Nurullah (cahaya Allah) itu memancar-mancar ke Makam Latifah-Latifah lainnya seperti, “ Latifatu Ruh, Latifatus Srri, Latifatu Khafi, Latafatul Akhfa, Latfatunnafsun Natiqa dan Latifah kullu jasad” inilah yang paling di takukan oleh iblis beserta bala tentaranya bila semua Makam-Makam tersebut terpancar  nurullah (cahaya Allah) ke luar. 


Demikian inilah Nabi Ibrahim as (Abdi Allah) dengan dalam keadaan nafi (tiada) di dalam isbat (tetap)nya Allah, melempar iblis la’natullah dengan batu krikil yang bermuatan zikrullah itu artinya batu krikil sebagai alat benda di simbolkan dengan Syari’at sementara kekuatan Hakekat yang bersumber dari Qalb (hati) dan seluruh Latifah-Latifah dalam diri Nabi Ibrahim as tersalurkan dan tertumpuh di batu krikil sebagai alat/benda (syari’at), menjadi kekuatan yang amat dahsyat yang di tujukan kearah target yakni, iblis la’natullah, sehingga ia masuk kedalam tanah. Iblis la’natullah tiada akan dapat di perangi dengan sejata rudal balistic, karena ia bangsa Jisim (tiada terlihat oleh pandangan mata zhohir) akan tetapi walaupun sekecil batu krikil yang bermuatan zikrullah, apabila di sasarkan ke iblis la’natullah, bagaikan sahsyatnya nuklir yang ia rasakan. Itu artinya berhakekat di dalam syari’at Allah untuk membidik sasaran yakni iblis la’natullah.

فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ ۚ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ رَمَىٰ ۚ وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلَاءً حَسَنًا ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. 
(QS. Al Anfaal Ayat : 17)

Untuk mendekatkan pemahaman, kita ambil beberapa contoh peluru, di dalam peluru itu ada dua unsur berbentuk klongsongan dan unsur misiu, misiu itu posisi tempat di dalam klongsongan peluru, begitu di arahkan ketarget sasaran, yang mendorong klongsongan peluruh adalah misiu, sehingga peluru terhentak dengan cepatnya atas hentakan unsur misiu di dalamnya. Demikian pulalah dengan batu krikil yang akan di lemparkan ke tepat sasaran sebagai amal dan ibadah “Lempar Jumrah” di dalam nya terdapat kekuatan sangat dahsyat, itu artinya Syari’at yang di dalamnya berisikan Hakekat.

Demikian pulalah dalam kita bermasyarakat dan pada generasi sekarang dan mendatang untuk mengantisifasi gangguan negative dari  Jisim (dalam diri)  lebih sulit dari pada gangguan dari luar diri (Jirim), karena iblis (syaitan) la’taullah,yang bangsa jin masuk melalui Jisim (tubuh dalam yang memakai tubuh luar) manusia . Jika generasi ini terkontaminasi dengan pergaulan bebas maka sesungguhnya Jisimnya itulah yang perlu di perhatikan secara khusus karena Jisim itu paling dominan keterkaitannya dengan jirim. Andaikata Jirim nya saja di perhatikan tanpa Jisim, hal ini akan menambahkan  kekhawatiran. Penjelasan di atas adalah sebagai tolak ukur agar sesuatu yang kita kerjakan bersumber dari Qalb (hati), sehingga Rasulullah bersabda “Qalbun Mu’minu Baitullah” (hati orang-orang beriman itu adalah Baitullah)

Demikianlah penjelasan  ini yang bertemakan, Makna Yang Tersirat Di balik Amal dan Ibadah “Lempar Jumrah”, Mohon ampun kepada Allah,mohon ma’af, bila terdapat kesalahan dan sedikitpun tidak ada maksud tertentu, hanya semata-mata menyampaikan haq Allah, agar kita di hadapan Al Haq, tidak saling tuding menuding satu diantara kita, atas ma’af  yang diberikan, penulis ucapkan tarima kasih, semoga bermanfa’at, hanya kepunyaan Allah lah segala puji-pujian teragung. InsyaAllah, kita bahas berikut pekan depan tentang Rukun Islam kelima yakni “Makna Yang Tersirat Di Dalam Amal Dan Ibadah “Wuqub Arafah” di karenakan saling terkait, kiranya  penulis berharap agar unggahan-unggahan postingan sebelumnya dan sekarang di fahami benar-benar, supaya sebagai bahan acuan untuk melengkapi unggahan-unggahan postingan akan datang sehingga tidak kehilangan arah dan tujuan ,


إِلهِي لََسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلا, وَلاَ أَقوى عَلَى النّارِ الجَحِيم

Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahim. Yaa .. Allah, hilangkanlah rasa ujub dalam diri kami sehingga kami tidak pernah terlepas dari tali Aqidah yang sangat kokoh, Aamiin . . yaa Robbal Aalamiin,bagi yg belum faham tentang pembahasan yang diuraikan,saya persilakan untuk bertanya dengan segala hormat.
Billahi taufiq wal hidayah.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 



I       Kata-Kata Arifbillah,

"Ilmu itu kehidupan hati daripada kebutaan,    
      sinar penglihatan daripada kezaliman 
      dan tenaga badan daripada kelemahan".
      (Imam Al Ghazali) 

Makna Yang Tersirat Di Balik Amal dan Ibadah Sa'i

                                                                                                  Artikel Bagian 17


Adalah Aku satu perbendaharaan yang tersembunyi, 
Maka inginlah Aku supaya di ketahui siapa Aku.
Maka Aku jadikanlah makhluq Ku, 
Maka dengan Allah mereka mengenal Aku

,السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ,بــِـسْمِ اللهِ الرَّحْــمٰنِ الرَّحِــيْمِ 
,الحــمدلله ألصــلاة والســلام على رسـول الله
و على آله وصـحبـه اجـمعيـن 
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانِ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ, اَمَّا ب

Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam semesta, berfirman,

 إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ ۖ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا ۚ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber'umrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. Dan barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui.  (QS. Al Baqarah Ayat : 158)
                           
Alhamdulillah, segala puji  dan puja bagi Allah, Dialah cahaya langit dan bumi, Dia memberikan cahaya Nya di waktu malam gelap gulita, Dia memberikan penerangan dengan cahaya Nya yang bagi siapa-siapa saja yang menghampiri Nya dan Dia membukakan hijab dari yang menutupi cahaya sehingga berdampakkan Nurin ala Nurin, bagi siapa-siapa yang dikehendaki Nya. sehingga sampai kepada saat ini, umur kita masih berkhah di dalam Imani wal Islami,sehingga dengan kekuatan dorongan Imani wal Islami tersebut kita mempunyai kemampuan menyisihkan waktu untuk membaca dan memahami postingan yang penulis unggah dalam rangka meneruskan kewajiban yaitu menambah Ilmu pengetahuan agama.
           
Sembari kita iringkan sholawat beserta salam kepangkuan rohaniah junjungan kita pimpinan agung Nabi besar Muhammad SAW, yang di utus oleh Allah ta’ala spesialis zulumati Ilaa nur, untuk memandu umat manusia supaya keluar dari lembah hina, hidup zulmah (gelap) tanpa aturan illa nur menujuh arah cahaya yang terang benderang, di seluruh aspek kehidupan zhohir dan batin, baik itu untuk kepentingan duniawi wal akhirati, di sana di atur oleh Allah spesialis menurut kebutuhan manusia itu sendiri, kiranya mari kita sama berharap agar senantiasa Allah ridho atas kerja baik yang kita lakukan, sehingga syafa’at Rasulullah, tersebut melimpah dan menghunjam  kelubuk jiwa kita bersama. Yang mulia tuan-tuan guru Syekh, Kyai, dan Alim Ulama’ rahiimahkumullah, mohon, izin dan restunya untuk membahas tentang Rukun Islam, kelima yakni,”Hajji dan Umroh” (dalam pengkajian nantinya kita hanya membahas tentang, Makna Yang Tersirat Di Balik Amal dan Ibadah Sa’i rukun Islam pertama “Syahadah” sangat berpotensi kuat sekali dalam hal ini, melihat kondisi kepada khususnya  umat Islam dan jika terdapat ke keliruan dalam penyampaian, mohon di luruskan. Alhamdulillah, pada kesempatan ini kita dapat bertemu kembali dalam keadaan sehat wal afi’at dan mudah-mudahan Allah SWT, selalu meridhoi amal dan ibadah kita Aamiin . . yaa Robbal ‘Aalamiin.

Dengan rasa syukur yang mendalam penulis berterima kasih sekali kepada Ikhwan wal Akhwat, yang telah berkenan membaca, memperhatikan dan memahami dari awal unggahan postingan hingga saat ini, mudah-mudahan Allah SWT, selalu meridhoi amal dan ibadah kita Aamiin . . yaa Robbal ‘Aalamiin.prinsif yang selalu harus benar-benar kita pengangi adalah Firman Allah SWT, berikut. 
        
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولً
Jangan kamu turutkan amal yang kamu tidak mengerti ilmunya, Sesungguhnya nanti, telinga kamu, mata kamu, hati kamu semua masing-masing akan di tanyai pertanggung jawabannya, kamu perturutkan amal padahal kamu tidak mengerti apa yang kamu amalkan. (QS. Al Isra’ Ayat : 36).

Alhamdulillah, pekan lalu telah di jelaskan secara terperinci makna di amal ibada “Thawwaf”yang langsung di amalkan seorang Abdi Allah, dengan kedaan zhohir dan batinnya sehingga mampu menjadikan dirinya merasakan kebesaran Allah SWT, dengan berdampakkan cahaya qalb (hati) (qalbun mu’minun baitullah) dengan pancaraan cahaya Allah yang ada di "Ka’bah" (baitullah). Sehingga kumparan-kumparan "Nur" (cahaya) yang dapat menseimbangkan bumi ini dari kehancuran, karena "Ka’bah" adalah poros (sumbuh) bumi ini. Kini kita melangka dengan amalan lainnya yakni, "Amal dan Ibadah Sa’i" dalam amal dan ibadah ini sangat di perlukan dan di butuhkan "Ilmu Pengetahuan" sehingga kita tidak sekedar ikut-ikutan mengamalkan "Ibadah Sa'i" yang selama ini kita hanya tahu dari pada lahiriahnya saja akan tetapi makna yang ada di dalam batiniah perlulah di perhatikan padahal itu yang di nilai sisi Allah, untuk itu perlu sekali kita menguasa "Ilmu zhohir dan Batin"  sehingga kita tidak kehilangan arah dan tujuan kepada siapakah, amal dan ibadah ini persembahkan. Sejenak kita telusuri "Abdi Allah", beserta keluarganya. Kecintaan Nabi "Ibrahim as" terhadap Allah dan menuruti perintah-Nya, melebihi segalanya. Ia pun memasrahkan semuanya kepada Allah dan berdoa,

رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim ayat 37).
(Gambar sebagai tamsilan)
Dalam tradisi Islam, "Nabi Ibrahim as"  diperintah Allah untuk meninggalkan isterinya "Siti Hajar" di gurun bersama puteranya "Ismail" yang masih bayi dengan perbekalan sebagai ujian bagi keimanannya. Saat perbekalan tersebut habis, Siti Hajar mencari bantuan. Ia meninggalkan bayinya di tanah yang sekarang menjadi sumur "Zamzam". Berharap untuk dapat memperoleh air ia mendaki bukit terdekat, Shofa, untuk melihat barangkali saja ada pertolongan atau air di dekat situ. Saat ia tidak melihat siapapun di sana, ia pindah ke bukit lainnya, Marwah, agar bisa melihat ke tempat lebih luas. Tetapi dari bukit itu pun tak tampak apa yang dicarinya sehingga ia terus bolak-balik sambil berlari di atas panasnya pasir gurun sampai tujuh kali balikan. Saat ia kembali ke Ismail, ia melihat air telah memancar dari tanah di dekat kaki bayi yang sedang menangis itu. Umat Islam percaya bahwa saat itu Allah telah mengutus malaikat Jibril untuk memunculkan air di sana. Saat melihat air memancar, Siti Hajar menampungnya dalam pasir dan batu sambil berucap terhadap air itu "berkumpulah, berkumpulah" yang dalam bahasa Arabnya disebut "Zamzam", adalah ungkapan yang di ucapkan berulang-ulang oleh "Siti Hajar" saat berupaya menampung air itu. Daerah di sekitar munculnya air tersebut, yang kemudian berubah menjadi sumur, di jadikan tempat beristirahat bagi para "Kafilah", dan selanjutnya berkembang menjadi kota "Mekkah" tempat lahir "Nabi Muhammad SAW". Alhamdulillah, mari kita mengambl hikmah dalam sejarah "Nabi Ibrahim as" (Abdi Allah) beserta keluarganya dalam kontek "Ma’na yang tersirat di dalam amal dan Ibadah Sa'i’' tentunya kita menggunakan dalil (bukti) dan madlul (yang di buktikan) dari Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. 
                                                              
Dan penulis akan menghubungkan peristiwa ini dengan diri seorang “Salik” yang sedang berjalan amalan "Tarekat” sehingga terbukalah hijab yang selama ini meliputi “Qalb” (hati) yang penuh gemerlapan cahaya Allah. Jika seorang istri "Nabi Ibrahim" (Abdi Allah), yakni, "Siti Hajar" pergi mencari air pulang pergi dari "Bukit Shafa" ke "Bukit Marwah " sebanyak tujuh kali, itu artinya, seorang “Salik” yang bertarekat harus melalui Latifah-Latifah, yang berada di dalam dirinya sebanyak tujuh latifah, yakni, “Latifatul Qalby, Latifatu Ruh, Latifatus Srri, Latifatu Khafi, Latafatul Akhfa, Latifatunnafsun Natiqa dan Latifah kullu jasad” dengan mengunjamkan Zikrullah kepada Latifah tersebut di karenakan tempat sarang-sarang iblis (syaitan),yang selama ini menutupi Latifah tersebut untuk tidak keluar, memancar sehingga berdampakkan dengan "Nurullah" (cahaya Allah), adapun makam-makam tersebut bertempat di dalam diri manusia (Salik),

الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَٰنِ مِنْ تَفَاوُتٍ ۖ فَارْجِعِ الْبَصَرَ هَلْ تَرَىٰ مِنْ فُطُورٍ

Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang? (QS. Al Mulk Ayat : 3)

Yakni, 1. Latifatul Qalby yang letaknya berhubungan jantung jasmani, letaknya dua jari di bawah susu kiri, di sinilah letaknya sifat “Kemusyrikan” 2. Latifatu Ruh, letaknya dua jari di bawah susu kanan, di sinilah letaknya sifat "Bahimiyah" (binatang jinak).3. Latifatus Srri, letaknya dua jari di atas susu kiri, di sinilah letaknya sifat “Syabiyah” (binatang buas). 4. Latifatu Khafi, letaknya dua jari di atas susu kanan, di sinilah letaknya sifat "Pedengki, Khianat, sifat Syaithani" yang membawa kecelakaan dan kebinasaan dunia dan akhirat. 5. Latafatul Akhfa, letaknya di tengah dada , di sini letaknya sifat "Takbur" (sombong) dan "ujub" (membanggakan diri). 6. Latifatunnafsun Natiqa, letaknya di antara dua kening, di sinilah letaknya "Nafsu Amarah", nafsu yang selalu mendorong orang kepada kejahatan.7. Latifah kullu jasad, letaknya yakni, Latifah yang mengendarai seluruh tubuh jasmani, dalam Latifah ini terletak sifat “Jahil” dan “Ghaflah”
(Gambar sebagai tamsilan)
Begitulah di lembah pasir dan bukit yang tandus, panas terik dengan penuh perjuangan dan pengorbanan "Siti Hajar" berusaha di "Alam Jirim" (alam nyata), Sementara si "Salik" yang berjuang di panas dan terik di lembah yang tandus berusaha penuh perjuangan dan pengorbanan di "Alam Jisim" (alam ghoib), hingga akhirnya insyaAllah, mendapatkan "Ridho Allah", terpancarlah "Nurullah" (cahaya Allah) dari "Latifah Qalbi" (hati), samalah halnya dengan ketika sampai di "Marwah", tiba-tiba terdengar oleh "Siti Hajar" suara yang mengejutkan, lalu ia menuju ke arah suara itu. Alangkah terkejutnya, bahwa suara itu ialah suara air memancar dari dalam tanah dengan derasnya di bawah telapak kaki "Ismail". Air itu adalah air "Zam-Zam". Penulis mengajak untuk mengunjungi kekronologi  penulis tentang Jalan yang sungguh melelahhkan, penuh onak dan duri jurang di kanan kiri tebaran kerikil tajam lagi mendaki hanya demi ridho Ilaahi” Demikian dengan pancaran Nurullah yang bersumber dari Qalb (hati) Salik, maka terpancarlah keseluruh Latifah-Latifah lainnya,itu artinya mewujud Sifat Iradat kesifat lainnya sehingga Salik dalam posisi "Nafi" (tiada) di dalam "Isbat" (tetap) nya Allah, sehingga ”Bersyahadah” (menyaksikan) wujud konkret Allah SWT, yang tiada seumpama dengan sesuatu apapun dan inilah modal utama “Kekhusukan” mengerjakan "Amalan Maktubah" (berwaktu-waktu) seperti "sholat, syaum(puasa), zakat dan hajji".
Demikianlah penjelasan  ini yang bertemakan, Makna Yang Tersirat Di Balik Amal dan Ibadah “Sa’i’”, Mohon ampun kepada Allah, mohon ma’af, bila terdapat kesalahan dan sedikitpun tidak ada maksud tertentu, hanya semata-mata menyampaikan haq Allah, agar kita dihadapan Al Haq, tidak saling tuding menuding satu diantara kita, atas ma’af  yang di berikan, penulis ucapkan tarima kasih, semoga bermanfa’at, hanya kepunyaan Allah lah segala puji-pujian teragung. InsyaAllah, kita bahas berikut pekan depan tentang Rukun Islam kelima yakni “Makna Yang Tersirat Di Dalam Amal Dan Ibadah “Melontar Jumrah” di karenakan saling terkait, kiranya  penulis berharap agar unggahan-unggahan postingan sebelumnya dan sekarang di fahami benar-benar, supaya sebagai bahan acuan untuk melengkapi unggahan-unggahan postingan akan datang sehingga tidak kehilangan arah dan tujuan ,
إِلهِي لََسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلا, وَلاَ أَقوى عَلَى النّارِ الجَحِيم

Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahim.Yaa .. Allah, hilangkanlah rasa ujub dalam diri kami sehingga kami tidak pernah terlepas dari tali Aqidah yang sangat kokoh,  Aamiin . . yaa Robbal 'Aalamiin, 
Billahi taufiq wal hidayah.                     
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 





Kata-Kata Arifbillah,

"Tiada meninggalkan sedikit pun dari kebodohan, 
siapa yang berusaha akan mengadakan sesuatu 
dalam suatu masa selain dari apa yang dijadikan oleh Allah 
di dalam masa itu". (Al Hikam)














Makna Yang Tersirat Di Balik Amal dan Ibadah “Thawwaf”


                                                                                                         Bagian 16                                         
                                     



Barang siapa kenal dirinya maka kenal ia Tuhannya,
Barang siapa kenal Tuhannya maka sesungguhnya, tiadalah dirinya.

,السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ , بــِـسْمِ اللهِ الرَّحْــمٰنِ الرَّحِــيْمِ 
,الحــمدلله ألصــلاة والســلام على رسـول الله
و على آله وصـحبـه اجـمعيـن 
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانِ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ , اَمَّا ب

Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam semesta, berfirman,


إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا ۖ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

Aku hadapkan wajahku kepada wajah Dia, yang menciptakan langit di bumi dengan penuh kepasrahan mengikuti agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik. (QS. Al  An ‘am Ayat : 79)

Alhamdulillah, segala puji  dan puja bagi Allah, Dialah cahaya langit dan bumi, Dia memberikan cahaya Nya di waktu malam gelap gulita, Dia memberikan penerangan dengan cahaya Nya yang bagi siapa-siapa saja yang menghampiri Nya dan Dia membukakan hijab dari yang menutupi cahaya sehingga berdampakkan Nurin ala Nurin, bagi siapa-siapa yang dikehendaki Nya. sehingga sampai kepada saat ini, umur kita masih berkhah di dalam Imani wal Islami,sehingga dengan kekuatan dorongan Imani wal Islami tersebut kita mempunyai kemampuan menyisihkan waktu untuk membaca dan memahami postingan yang penulis unggah dalam rangka meneruskan kewajiban yaitu menambah Ilmu pengetahuan agama.

Sembari kita iringkan sholawat beserta salam kepangkuan rohaniah junjungan kita pimpinan agung Nabi besar Muhammad SAW, yang di utus oleh Allah ta’ala spesialis zulumati Ilaa nur, untuk memandu umat manusia supaya keluar dari lembah hina, hidup zulmah (gelap) tanpa aturan illa nur menujuh arah cahaya yang terang benderang, di seluruh aspek kehidupan zhohir dan batin, baik itu untuk kepentingan duniawi wal akhirati, di sana di atur oleh Allah spesialis menurut kebutuhan manusia itu sendiri, kiranya mari kita sama berharap agar senantiasa Allah ridho atas kerja baik yang kita lakukan, sehingga syafa’at Rasulullah, tersebut melimpah dan menghunjam  kelubuk jiwa kita bersama. Yang mulia tuan-tuan guru Syekh, Kyai, dan Alim Ulama’ rahiimahkumullah, mohon, izin dan restunya untuk membahas tentang Rukun Islam, kelima yakni,”Hajji dan Umroh” (dalam pengkajian nantinya kita hanya membahas tentang, Makna Yang Tersirat Di Balik Amal dan Ibadah “Thawwaf”, hubungan rukun Islam pertama “Syahadah” sangat berpotensi kuat sekali dalam hal ini, melihat kondisi kepada khususnya  umat Islam dan jika terdapat ke keliruan dalam penyampaian, mohon di luruskan. Alhamdulillah, pada kesempatan ini kita dapat bertemu kembali dalam keadaan sehat wal afi’at dan mudah-mudahan Allah SWT, selalu meridhoi amal dan ibadah kita Aamiin . . yaa Robbal ‘Aalamiin.

Dengan rasa syukur yang mendalam penulis berterima kasih kepada Ikhwan wal Akhwat, yang telah berkenan membaca, memperhatikan dan memahami dari awal unggahan artikel hingga saat ini, dan harapan penulis untuk menanggapi artikel yang diungga kiranya kita menggunakan ilmu dalil (bukti) dari Al Qur‘an, ilmu madlul (yang di buktikan) dari Al Qur’an dan Ayat Muktamat ( ayat yang terang artinya tidak memerlukan penafsiran) dan ayat muktasabihat (ayat yang perlu penjelasan) dari Al  Qur’an Alhamdulillah, InsyaAllah, dari awal hingga saat ini kita megupas terus masalah pokok-pokok agama besar ini (agama Islam) yakni, "Rukun Islam, Rukun Iman dan Rukun Ikhsan" yang saling keterkaitan satu dengan yang lainnya, khususnya kepada Rukun Islam Pertama “Syahadah”sebagai pondasi kekuatan yang sangat dahsyat yang tidak boleh terlepas dari amalan-amalan lainnya, itu yang di sebut “Tauhid” ataupun “Aqidah” tetap pertahankan walaupun kita harus menggigit sekuat-sekuatnya dengan gigitan gigi graham sekalipun apa yang akan terjadi, sekalipun itu nyawa taruhannya, demi mentauhidkan Allah, hingga ke alam akhirat yang kekal dan abadi. Ikwan wal Akwat sekalian yang di berkhahi Allah, Tuhannya manusia dan Tuhannya alam semesta ini, baik Alam Makro maupun Alam Mikro, prinsif yang selalu harus benar-benar kita pengangi adalah Firman Allah SWT, berikut

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولً

Jangan kamu turutkan amal yang kamu tidak mengerti ilmunya, Sesungguhnya nanti, telinga kamu, mata kamu, hati kamu semua masing-masing akan di tanyai pertanggung jawabannya, kamu perturutkan amal padahal kamu tidak mengerti apa yang kamu amalkan. (QS. Al Isra’ Ayat : 36).

Sungguh ayat ini bukanlah peringatan sekedar peringatan, bagi orang-orang yang benar-benar mengimani Allah dengan "Iman Ilmul Yaqin", akan tetapi jika di teliti, di fahami benar-benar ayat tersebut, tujuannya adalah untuk memotifasi kita agar kiranya mengamalkan sesuatu harus berdasarkan Ilmu Pengetahuan, mafa’atnya untuk meningkatan Iman dari yang baik, lebih baik , dari “Iman Ilmul Yaqin” akan meningkat ketingkatan “Iman Haqqul Yaqin” dan akan meningkat menuju yang terbaik lagi yakni dengan tingkatan “Iman Kamalull Yaqin”, ini isyarat (sinyal) dalam ayat yang di sampaikan Allah, itu artinya dengan kasih dan sayang Nya, Allah memberikan suatu bimbingan agar supaya makluq (manusia) Nya tidak terjerumus dan tersesat jauh dari jalan yang lurus. Ikhwan wal Akhwat yang di berkhahi Allah, pekan lalu kita singgung bagaimana persiapan untuk melaksanakan amal dan ibadah Hajji dan Umroh, yang harus kita kita persiapkan Zhohir maupun Batin, baik Syari’at maupun Hakekat berserta Ilmu-Ilmunya agar kembalinya dari tanah suci “Mekkah Al Muqaromah” menjadi “Hajji Mabrur” harapan umat dan bangsa ini. Tentunya untuk mengamalkan sesuatu amalan haruslah dengan di sertakan “Niat Qosad Lillah” (niat di sengajakan dengan karena Allah semata-mata), bukan dengan “Niat Qosad Nafsu (Al Amarah dan Al Lauwamah) dan "Niat Qosad Tafsir” (niat di sengajakan dengan menafsirkan ayat dalam beribadah) karena niat ini seluruhnya batil di sisi Allah, tiada manfa’atnya sedikitpun bahkan akan menjadi kegelisaan baik di dunia apalagi di akhirat.

Sebelum kita lebih lanjut membahas tentang “Makna Yang Tersirat Di Balik Amal Ibadah Thawwaf”, penulis akan mengikuti perbuatan amal dan ibadahnya seorang Abdi Allah menuju tanah suci “Mekkah Al Muqaromah”, tapi mari kita telusuri lebih dahulu sepak terjang balik kebelakang background Abdi tersebut sebelum ia memperoleh predikat “Abdi Allah”. Seorang pemudah yang berlumuran dosa yang selalu membelakangi kebenaran dan kesalahan yang paling fatal di rasakannya yakni, sifat keakuan dirinya yang selalu ada di manapun ia berada sehinggah dia lah yang paling segala-galanya, semua dianggap kecil dia lah yang besar dan dia lah yang kuat sampai menemukan titik kejenuhan, seiring waktu berjalan, di balik ia merasakan segalanya, batinnya gelisa dan merana akibat merasakan keakuannya, batinnya menangis dan menjerit lalu ia merenungi dirinya dan terbesatlah dalam fikirannya kalimah “Laa ilaa Ha illallah, Muhammadurasululah” kalimah ini selalu terngiang-ngiang di telinganya dengan sangat jelas. Ia pun penasaran dengan “Kalimah” ini, ia mendatangi seorang Ulama’ (Syekh/Kyai) dan berguru kepadanya.

Dengan izin Allah, Ulama’ (Syekh/Kyai) tersebut menyarankan untuk mengamalkan “Amalan Tarekat” dengan modal ilmu yang di bekali dari Ulama’ (Syekh/Kyai) tersebut, atas anjuran dan nasehatnya dengan “Niat Lillah” ia mengamalkan dan di “Bai’at”, sebelum mengamalkan perjalanan ke “Alam Jisim” (Tarekat) di sebutlah ia seorang “Salik” (seorang yang menempuh perjalanan batin), untuk lebih lanjut silakan kunjungi di kronologi penulis yang bertemakan tentang Jalan yang sungguh melelahhkan, penuh onak dan duri jurang di kanan kiri, tebaran kerikil tajam lagi mendaki, hanya demi ridho Ilaahi” . Demikian perjuangan seorang “Salik” yang bertubi-tubi, silih berganti ujian yang di hadapi, akan tetapi ia selalu menghadapinya dengan kepasrahan total, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan (agama Islam), yakni dengan ilmu “Tawaqal” nya, karena ia memahami benar baik dan buruk adalah datang" (berasal) dari "Zat yang bersifat Jalal" (Sifat Kebesaran Allah SWT). Dalam mengarungi samudera yang teramat dalam akhirnya dengan izin Allah, ia memperoleh "Keridhoan Nya". Inilah modal utama untuk mengamalkan perintah-perintah Nya yakni, "Amalan Sholat, Syaum (puasa), Zakat dan Hajji danUmroh. Sehingga ia mentasydidkan peristiwa perjalanan “Isra’a wal Mi’raj” Nabi Besar Muhammad SAW, sewaktu menjemput perintah “Sholat” di ‘arsy. Ketika ia telah merasakan nikmatnya menegakkan perintah “Sholat” (di sebut As Sholatul Mir’rajul Mukminin/Abdi Allah) untuk mengabdikan dirinya kepada "Allah SWT", Tuhan seru sekalian alam, yang di percontohkan oleh Baginda Rasulullah Muhammad SAW.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menjadi abdi Ku.
(QS. Adz Dzariyaat Ayat : 56)

Dalam menjelaskan "Amalan dan Ibadah Hajji dan Umroh" ini, sengaja penulis tidak mengambil percontohan dari golongan "Manusia" karena manusia masih dalam posisi manusia di pastikan sebagai makhluq (insan), yang “Rugi” siapapun orang itu, apakah pejabat yang paling tertinggi dan rakyat menengah ke bawah di negeri ini, jika tidak segera menggeserkan kedudukkannya  manusia (insan) ke pada posisi "Abdi Allah", tetap “Rugi” karena di dalam diri manusia banyak bermuatan nilai "Negatif" di antaranya “Hawa dan Nafsu (Al Amarah dan Al Lauwamah) dan "Sifat Munafiq" yang bersarang dalam lubuk "Qalb" (hati) nya. "Sifat Musyriq" yang menguasai "Aqal" nya. "Sifat Kufur" ni’mat yang merajai "Ruh" nya dan "Sifat Fasiq" yang mengambil alih "Jirim dan Jisim" nya”, "Sifat-Sifat" ini sebagai "Madlul" (yang di buktikan) Allah, dalam Firman Nya, sebagi "Dalil" (bukti) dari Al Qur ‘an sebagai berikut.

وَالْعَصْرِ , إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ,إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam keadaan rugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dan nasehat menesehati dalam kebenaran dan nasehat menasehati dalam kesabaran. (QS. Al ‘Ashr Ayat : 1 – 3)

Demikian kedudukkan dalam posisi "Manusia" (insan), jauh di bandingkan dengan "Abdi Allah", yang jiwanya steril dari sifat negative sehingga mampu melebihi derajad kedudukkan "Malaikat" hingga sanggup melewati “Sidrotul Muntaha” bahkan sampai ke ‘Arsy. Tentunya "Abdi Allah", yang telah menjalankan amalan ibadah “Hajji dan Umroh”, dalam posisi atau keadaan "Menafikan" (meniadakan) diri nya di dalam "Isbat" (tetap) nya, Allah, "Zat Wajabal Wujud yang bersifat tiada seumpama dengan sesuatu apapun". 


Dan dalam pelaksanaan "Amal Ibadah Hajji dan Umroh" ini, tetap dalam posisi dan keadaan “Syari’at dan Hakekat” karena “Syari’at tanpa Hakekat fasiq sementara Hakekat tanpa Syari’at zindiq, perlu sekali di fahami benar-benar. Sebelum memulai amal dan ibadah "Thawwab" ini, di wajibkan “Niat Lillah” dan memakai “Pakaian Ikhram” yang tidak berjahit, itu maksudnya tanggalkan pakaian “Keakuan diri” guna untuk berjumpa dengan "Robb". Dunia yang luas ini di sebut adalah “Alam Makro” dan pusatnya (tiik poros) nya, letaknya di posisi tegaknya bangunan yang bernama “Ka’bah” yang bermuatan "Nurullah" dan Allah menyebutnya dengan “ Ka’bah Baitullah” (Ka’bah rumah Allah)Dan di dalam diri "Abdi"  di sebut adalah “Alam Mikro” dan titik pusatnya tersebut di dalam jantung jasmani dua jari di bawah susu kiri yakni "Qalb" (hati) rohani, yang berdetak, Allah . . Allah . . Allah . . yang bermuatan "Nur" (Cahaya Allah) di sebut “Qalbun Mukminun Baitullah” (hati Abdi itu adalah rumah Allah), dan di dalam baik “Alam Makro” dan “Alam Mikro” dalam keberadaan “Alam Malakut”, terdapat tujuh makam yakni “Latifatul Qalby, Latifatu Ruh, Latifatus Srri, Latifatu Khafi, Latafatul Akhfa, Latfatunnafsun Natiqa dan Latifah kullu jasad”.

Dalam keadaan ini, posisi "Abdi", nafi (tiada) di dalam isbat(tetap) nya Allah, dengan "Sifat Qudrat dan Iradat" Nya, ia bergerak dengan mengelilingi "Ka’bah", dan melewati beberapa makam kebesaran Allah, yakni “Latifatul Qalby, Latifatu Ruh, Latifatus Srri, Latifatu Khafi, Latafatul Akhfa, Latfatunnafsun Natiqa dan Latifah kullu jasad”. posisi "Ka’bah" di sebela kiri "Qalbi" (hati) rohani yang berada di dalam jantung jasmani. "Sifat Hayyat" yang menghidupkan ruh, memancar-mancar keseluruh bagian "Jirim" (tubuh luar) yakni, "Abdi" bergerak dengan "Ruh", sehingga ia mampu merasakan “Sifat Qodirun” (Yang Maha Berkuasa), "Abdi" berkeinginan dengan "Ruh", sehingga ia mampu merasakan “Sifat Muridun” (Yang Maha Berkehendak), "Abdi" mendengarkan dengan "Ruh", sehingga ia mampu  merasakan “Sifat Sami’un” (Yang Maha Mendengarkan), "Abdi" melihat dengan "Ruh", sehingga ia mampu merasakan ”Sifat Basirun” (Yang Maha Melihat), "Abdi" berkata dengan "Ruh", sehingga ia mampu merasakan “Sifat Mutakalimun” (Yang Maha Berkata-kata), "Abdi" mengetahui dengan "Ruh". sehingga ia mampu merasakan ”Sifat ‘Aalimun” (Yang Maha Mengetahui). Dan Zat yang bersifat “Hayyun” (Yang Maha Hidup) memancarkan kepada ruh dengan sifat Hayyat ( hidup) sehingga ruh hidup dengan yang di hidupkan. Inilah yang di sebut dengan sifat "Adrok" (syarat di perdapat segala sifat). Dan ruh yang menerima sifat hayyat tersebut merasa hidup dan mati dengan Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam, dan di manapun Abdi itu berada ia merasakan “Innallah Maa Ana” (Sesunggunya Allah beserta abdi)), dan dengan "Zikrullah Daaimun" (Zikrullah yang tiada berkesudahan,berterusan tiada putus),

Dengan terus berthawwaf, "Nurullah" (cahaya Allah) dalam "Qalb" (hati) Abdi, yang di sebut juga “Alam Mikro”, terpancar  berdampakkan dengan pancaran "Nurullah", yang ada di “Baitullah” (Ka’bah) di sebut juga titik pusat bumi ini yakni, “Alam Makro”, Nurin Ala Nurin (Cahaya atas Cahaya) dengan mengikuti ”Syari’at Allah” terus bertawwaf sampai tujuh kali putaran dengan melewati makam-makam kebesaran Allah, yakni,”Latifatul Qalby, Latifatu Ruh, Latifatus Sirri, Latifatu Khafi, Latafatul Akhfa, Latfatunnafsun Natiqa dan Latifah kullu jasad”, sehingga terpancar "Nur" (cahaya) dengan pandangan mata batin Abdi, melalui mata zhohir, "Memandang jauh tiada berantara, dekat tiada besentuhan di antara keduanya" sehingga terpandanglah,“Syuhudi Katsroh Fil Wahdah, Syuhudil Wahdah Fil Katsroh”, (pandanglah yang banyak di dalam yang Esa, dan pandanglah yang Esa di dalam yang banyak), berpandang-pandangan, bukan memandang bangunan "Ka’bah" berbentuk persegi tetapi mentasydidkan dengan "Qalb" (hati) nya, dengan Kalimah, 

“Laa Maujudun Illaa Allah” (tiada yang ada kecuali Allah), tanpa di sadari Abdi, air mata berlinang membasahi pakaian Ikramnya, dengan terus menerus "Qauli" nya melapaskan Kalimah “Labbaika, Allahumma labbaik, Labbaika laa syariika laka labbaik, Innal hamda wanni’mata laka wal mulk, La syariika laka,” (

air mata terus berlinangan mengalir bukan karena sedih akan tetapi bahagia yang tiada dapat di ungkapkan dengan kata-kata bagaikan sepasang suami istri yang bertahun-tahun tidak pernah berjumpa rindu bercampur bahagia, di sinilah "Hakekat diri Abdi".

Dan akhiran putaran terakhir dengan melewati makam kebesaran Allah,”Latifatul Qalby, Latifatu Ruh, Latifatus Srri, Latifatu Khafi, Latafatul Akhfa, Latifatunnafsun Natiqa dan Latifah kullu jasad”, dengan teratur secara berlahan-lahan Abdi meninggalkan putaran "Thawwaf". Dan dengan "Amal dan Ibadah Thawwaf", Abdi beserta dengan berjuta-juta Abdi-Abdi yang lain selam 24 jam sampai akhir zaman , ini memberikan dampak pengaruh posif yang sangat dahsyat, dengan mengelilingi "Ka’bah" seketika itupula "Nurullah" (Cahaya Allah) yang di dalam "Ka’bah" dengan "Nurullah" ( Cahaya Allah) yang di dalam di "Qalb" (hati) Abdi-Abdi Allah, saling berdampakkan sehingga terbentuk kumparan-kumparan "Nur" (cahaya) yang dapat menseimbangkan bumi ini dari kehancuran, karena "Ka’bah" adalah "Poros" (sumbuh) bumi ini, yang kita bertempat tinggal di atasnya, perbanyaklah bersyukur kepada Allah SWT, yang memiliki Sifat “Arrahman dan Arrahim” Nya, dengan mewujudkan "Iman" kedalam "Amal" sehingga bermanfa’at bagi diri nya sendiri, keluarga (anak dan istri), dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehinga bermanfaat bagi alam semesta ini.    

Demikianlah wejangan ini yang bertemakan, Makna Yang Tersirat Di Balik Amal dan Ibadah “Thaawwaf”, Mohon ampun kepada Allah, mohon ma’af, bila terdapat kesalahan dan sedikitpun tidak ada maksud tertentu, hanya semata-mata menyampaikan haq Allah, agar kita di hadapan Al Haq, tidak saling tuding menuding satu diantara kita, atas ma’af  yang di berikan, penulis ucapkan tarima kasih, semoga bermanfa’at, hanya kepunyaan Allah lah segala puji-pujian teragung. InsyaAllah, kita bahas berikut pekan depan tentang Rukun Islam kelima yakni “Makna Yang Tersirat Di Dalam Amal Dan Ibadah Sya’I” di karenakan saling terkait, kiranya  penulis berharap agar unggahan-unggahan postingan sebelumnya dan sekarang di fahami benar-benar, supaya sebagai bahan acuan untuk melengkapi unggahan-unggahan artikel akan datang sehingga tidak kehilangan arah dan tujuan.

إِلهِي لََسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلا, وَلاَ أَقوى عَلَى النّارِ الجَحِيم

Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahim. Yaa .. Allah, hilangkanlah rasa ujub dalam diri kami sehingga kami tidak pernah terlepas dari tali Aqidah yang sangat kokoh,  Aamiin . . yaa Robbal 'Aalamiin, 
Billahi taufiq wal hidayah.                     
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ