Bagian 15
Adalah Aku satu perbendaharaan yang tersembunyi,
Maka inginlah Aku supaya di ketahui siapa Aku.
Maka Aku jadikanlah makhluq Ku,
Maka dengan Allah mereka mengenal Aku
,الحــمدلله ألصــلاة والســلام على رسـول الله
و على آله وصـحبـه اجـمعيـن
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانِ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ, اَمَّا ب
Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam semesta, berfirman,
حُنَفَاءَ لِلَّهِ غَيْرَ مُشْرِكِينَ بِهِ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ
Dengan
ikhlas kepada Allah, tidak mempersekutukan sesuatu dengan Dia.
Barang siapa mempersekutukan (musyrik) Allah dengan sesuatu, maka adalah dia
seolah-olah jatuh dari lagit dan di
sambar oleh burung, atau di terbangkan angin ke tempat yang jauh.
(QS. Al Hajj Ayat :
31)
Alhamdulillah, segala puji dan puja bagi Allah,Dialah cahaya langit dan bumi, Dia memberikan cahaya Nya di waktu malam gelap gulita, Dia memberikan penerangan dengan cahaya Nya yang bagi siapa-siapa saja yang menghampiri Nya dan Dia membukakan hijab dari yang menutupi cahaya sehingga berdampakkan Nurin ala Nurin, bagi siapa-siapa yang dikehendaki Nya. sehingga sampai kepada saat ini, umur kita masih berkhah di dalam Imani wal Islami,sehingga dengan kekuatan dorongan Imani wal Islami tersebut kita mempunyai kemampuan menyisihkan waktu untuk membaca dan memahami postingan yang saya unggah dalam rangka meneruskan kewajiban yaitu menambah Ilmu pengetahuan agama.
Sembari kita iringkan Sholawat dan Salam kepangkuan rohaniah junjungan kita pimpinan agung Nabi besar Muhammad SAW, yang di utus oleh Allah Ta’ala spesialis zulumati Ilaa Nur,untuk memandu umat manusia supaya keluar dari lembah hina,hidup zulmah (gelap) tanpa aturan illa Nur menujuh arah cahaya yang terang benderang,diseluruh aspek kehidupan zhohir dan batin,baik itu untuk kepentingan duniawi wal akhirati,di sana diatur oleh Allah spesialis menurut kebutuhan manusia itu sendiri, kiranya mari kita sama berharap agar senantiasa Allah ridho atas kerja baik yang kita lakukan, sehingga syafa’at Rosulullah,tersebut melimpah dan menghunjam kelubuk jiwa kita bersama. Yang mulia tuan-tuan guru Syekh, Kyai, dan Alim Ulama’ rahiimahkumullah, mohon, izin dan restunya untuk membahas tentang Rukun Islam, kelima yakni,”Hajji” dalam pengkajian nantinya kita hanya membahas tetang “Makna Yang Tersirat Di Balik Pengamalan Ibadah Hajji' dan hubungan rukun Islam pertama “Syahadah” sangat berpotensi sekali dalam hal ini), melihat kondisi kepada khususnya umat Islam dan jika terdapat kekeliruan dalam penyampaian, mohon diluruskan.
Alhamdulillah, pada kesempatan ini kita
dapat bertemu kembali dalam keadaan sehat wal afi’at dan mudah-mudahan Allah, selalu meridhoi amal dan ibadah kita Aamiin . . yaa Robbal ‘Aalamiin. Tak
lupa terima kasih kepada Ikhwan wal Akhwat, yang telah berkenan membaca,
memperhatikan dan memahami dari awal unggahan postingan hingga saat ini, dan
harapan saya untuk menanggapi postingan yang di ungga kiranya kita menggunakan ilmu dalil (bukti) dari Al Qur‘an, ilmu madlul (yang di buktikan) dari Al Qur’an
dan Ayat muktamat (ayat yang terang artinya tak memerlukan penafsiran) dan muktasabihat (ayat yang perlu penjelasan) dari Al Qur’an Alhamdulillah, InsyaAllah, dari awal hingga saat ini kita megupas terus
masalah pokok-pokok agama besar ini (agama Islam) yakni, Rukun Islam, Rukun Iman
dan Rukun Ikhsan yang saling keterkaitan satu dengan yang lainnya, khusus nya
kepada Rukun Islam Pertama “Syahadah” sebagai pondasi kekuatan yang sangat
dahsyat yang tidak boleh terlepas dari amalan-amalan lainnya,itu yang di sebut
Tauhid ataupun Aqidah tetap pertahankan walaupun kita harus bergelantungan di
batu-batu stalaktit yang di bawahnya batu-batuan stalakmid dengan berpegang
teguh sekuat-kuatnya.
Di dalam pembahasan sholat“Syahadah”
sangat berperan di dalamnya untuk mampu Mi’raj menghadap Allah, sehingga di
sebut “As sholatu Mi’rajul Mu’minin” (sholat itu Mi'rjanya orang beriman). Pelaksanaan syaum InsyaAllah, baru kita
tunaikan beberapa waktu lalu yang di dalam nya terkandung nilai-nilai "Syahadah" dan menumbuh kembangkan keimanan baik "Iman ilmul Yaqin, Iman Ainul Yaqin, Iman
Haqqul Yaqin dan Iman Kamalull Yaqin", semua itu di modali dengan syahadahnya
kepada Allah, sehingga mendapatkan "Rahmat" dari Allah (Allah gantikan
keburukan-keburukannya dengan kebaikan), "Maghfirah" (Allah jalan keluar dari
kesulitanya). Itkuminannar (Allah hilangkan sifat keinsanan ke sifat
ketuhanan). Menjalin “Habluminannas” dengan mengeluarkan "Zakat Fitrah" sebagai
kewajiban kepada "Fakir dan Miskin" sebagai syarat di terimanya ibadah "Syaum Syahri
Ramadhan" sehingga kembali fitrah (suci) seperti di kala fitrahnya ruh sewaktu
di alam ruh dengan bersyahadah (menyaksikan) Allah SWT, Tuhan seru sekalian
alam dan kini kita InsyaAllah, akan mengupas kajian tentang pelaksanaan ibadah
persatuan umat islam yakni “Hajji” yang dengan ini kita bahas “Makna yang
tersirat di pengamalan Ibadah Hajji”,tentang rukun Islam yang kelima ini peran
“Syahadah” sangatlah berpengaruh sekali.
Dan dalam pelaksanaan "Hajji" tersebut sangatlah di utamakan sekali "Ilmu Zhohir dan Batin", bagaimanakah "Ilmu zhohir" itu, yakni "Ilmu Syari’at" (ilmu fiqih) yang mengatur tentang hukum-hukum dan persyaratan "Hajji" di luar diri dan yang nyata-nyata. "Ilmu Haqeqat" yang termasuk di dalam nya "Ilmu Tarekat dan Ilmu Makrifat", ilmu yang membicarakan tentang bagian dalam diri seperti bagaimana supaya "Qalb" (hati) bisa ikhlas (semata-mata karena Allah) sewaktu dalam pelaksanaan "Ibadah Hajji" dari dan kembali ke tanah air,bagaimana supaya fikiran bisa "Ridho", baik dan buruk datang nya dari Allah dan bagaimana pula perasaan bisa "Ihksan" mengakui "Zat Wajibal Wujud" yang bersifat tidak seumpama dengan sesuatu apapun, sehingga ia merasakan “Wa huwa maa’kum aina maa kuntum’ (Dia beserta kamu di mana saja kamu berada). Inilah beberapa ilmu yang harus di siapkan sebelum pelaksanaan “Ibadah Hajji”. Setidaknya yang masih di tingakatan "Iman Ilmul Yaqin", berusahalah agar mencapai ke tingkatan "Iman Ainul Yaqin" (tingkatan Mujahadah), tingkatan "Iman Haqqul Yaqin" (tingkatan Musyahadah) dan tingkatan Kamalul Yaqin (Tingkatan Mukasyafah). Tingkatan-Tingkatan iman inilah yang nantinya berperan aktif dalam pelaksanaan “Ibadah Hajji” termasuklah di dalamnya "Ibadah Tawwaf, Ibadah sa’I, Ibadah Melontar Jumroh, dan Ibadah Wuqub di Arafah. Ikhwan wal Akhwan, kaum muslimin wal muslimat, muminin wal mu’minat sekalian yang di rahmati Allah. Sebelum kita lanjutkan kajian ini, penulis mengajak kita mari pegagangi benar-benar Firman Allah, ini sebagai bahan rujukkan.
Dan dalam pelaksanaan "Hajji" tersebut sangatlah di utamakan sekali "Ilmu Zhohir dan Batin", bagaimanakah "Ilmu zhohir" itu, yakni "Ilmu Syari’at" (ilmu fiqih) yang mengatur tentang hukum-hukum dan persyaratan "Hajji" di luar diri dan yang nyata-nyata. "Ilmu Haqeqat" yang termasuk di dalam nya "Ilmu Tarekat dan Ilmu Makrifat", ilmu yang membicarakan tentang bagian dalam diri seperti bagaimana supaya "Qalb" (hati) bisa ikhlas (semata-mata karena Allah) sewaktu dalam pelaksanaan "Ibadah Hajji" dari dan kembali ke tanah air,bagaimana supaya fikiran bisa "Ridho", baik dan buruk datang nya dari Allah dan bagaimana pula perasaan bisa "Ihksan" mengakui "Zat Wajibal Wujud" yang bersifat tidak seumpama dengan sesuatu apapun, sehingga ia merasakan “Wa huwa maa’kum aina maa kuntum’ (Dia beserta kamu di mana saja kamu berada). Inilah beberapa ilmu yang harus di siapkan sebelum pelaksanaan “Ibadah Hajji”. Setidaknya yang masih di tingakatan "Iman Ilmul Yaqin", berusahalah agar mencapai ke tingkatan "Iman Ainul Yaqin" (tingkatan Mujahadah), tingkatan "Iman Haqqul Yaqin" (tingkatan Musyahadah) dan tingkatan Kamalul Yaqin (Tingkatan Mukasyafah). Tingkatan-Tingkatan iman inilah yang nantinya berperan aktif dalam pelaksanaan “Ibadah Hajji” termasuklah di dalamnya "Ibadah Tawwaf, Ibadah sa’I, Ibadah Melontar Jumroh, dan Ibadah Wuqub di Arafah. Ikhwan wal Akhwan, kaum muslimin wal muslimat, muminin wal mu’minat sekalian yang di rahmati Allah. Sebelum kita lanjutkan kajian ini, penulis mengajak kita mari pegagangi benar-benar Firman Allah, ini sebagai bahan rujukkan.
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولً
Jangan kamu turutkan amal yang kamu tidak mengerti ilmunya, Sesungguhnya nanti, telinga kamu, mata kamu, hati kamu semua masing-masing akan di tanyai pertanggung jawabannya, kamu perturutkan amal padahal kamu tidak mengerti apa yang kamu amalkan. (QS. Al Isra’ Ayat : 36).
Empat belas abad yang telah lalu Allah
SWT, menurunkan "Kitab Suci Al Qur’an" kepada "Rasul Nya Nabi Besar Muhammad SAW", menginstrusikan
kepada seluruh makhluk yang mengimani Nya agar dalam beramal dan beribadah
sekecil apapun itu, di utamakan (di kedepankan) sekali "Ilmu Pengetahuan", baik "Ilmu Zhohir dan Batin" sehingga tidak hilang kendali, dan bahkan "Rasul Nya" pun merespon firman Allah tersebut, Rasullullah bersabda “Barang siapa beramal tidak
dengan ilmu di tolak amalnya” Jika kita dalam pelaksanaan "Ibadah Tawwaf", apa
yang di maksud dengan "Tawwaf" (mengelilingi ) Ka’bah secara batiniah, telinga yang
fokusnya sebagai alat mendengarkan sesuatu dengar suara dan bunyi, jika tidak
mendengarkan "Zikrullah" yang ada di dalam "Qalb" (hati), pasti ia akan mendengarkan
sesuatu selain Allah, dan ini akan di tanyai apa yang di dengar ketika ia "Tawwaf" (mengelilingi) Ka’bah. Mata yang fokusnya sebagai alat melihat sesuatu rupa dan
warna, jika tidak menerima pancaran "Zikrullah (Nur Allah) dari Qoalb (hati)". pasti ia akan melihat selain Allah, yakni melihat bangunan Ka’bah persegi, dan ini
akan di tanyai apa yang di lihat ketika ia "Tawwaf" (mengelilingi) Ka’bah.
وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ
Dan sempurnakanlah Ibadah Hajji dan Umrah
karena Allah. (QS. Al Baqarah Ayat : 196)
Dan terakhir "Qalb" (hati), ini adalah
sumber atau tempat pancaran "Nurullah" (zikrullah), jika hati ini belum mampu "Zikrullah" dalam "Tingkatan Iman Ainul Yaqin, dalam tingkatan Iman Haqqul Yaqin dan dalam
tingkatan Iman Kamallul Yaqin", dan di sini pula "Qalb" (hati) tempatnya “Lillah” (karena Allah bukan yang lain) dan juga tempatnya “Ikhlas” (semata-mata karena
Allah bukan yang lain), maka Allah akan menanyakan tentang ilmu tentang,
“Lillah” dan ilmu tentang "Ikhlas", jika tidak mampu “Lillah” ataupun “Ikhlas”, di pasti ia "Tawwab" (mengelilingi) "Ka’bah" kerena yang lain selain Allah, sehinggah "Ka'bah" bangunan berbentuk persegi tesembahkan. "Ilmu
Syari’at" (Fiqih) tidak dapat mengurusi masalah “Lillah, Ikhlas, Ridho, dan
Ikhsan” karena ini ada nya di dalam diri dan sifat nya tidak dapat di jangkau
oleh tubuh zhoriah akan tetapi "Ilmu Syari’at" (Fiqih) batasnya sampai kepada
yang nyata-nyata. Inilah pertanyaan Allah nantinya akan di "Pertanyakan Nafsi-Nafsi" (masing-masing diri), setiap amalan sekecil apa pun amalan tersebut
ketika di "Alam Padang Masyar" sampai ke "Alam Hisab" dan akhirnya . . . tidak pun menunggu
pertanyaan-pertanyaan Allah di "Alam Padang Masyar" yang sudah pasti
di pertanyakan, di dunia pun sudah Allah beri tanda-tanda siap-siapa saja yang
pulang dari "Ibadah Hajji" sampai negerinya, “Hajji Mabrur” atau sebaliknya.
Agama besar ini semua pakai perhitungan sekecil apapun permasalahannya, dalam penyampaian "Dakwah Islam" harus benar-benar serius dan dapat di pertanggung jawabkan dunia wal akhirat baik bagi yang menyampaikan dan baik pula bagi yang menerima penyampaian, bukan dengan di selingi, canda dan tawa, gelamor, nyanyian-nyanyian dan musik bukan mencari ketenaran atau pencitraan belaka, perhatikan bagaimana "Rasullullah Muhammad SAW", mentabliqkan atau mendakwakan ajaran Islam yang penuh dengan "Rahmatan Lil ‘Aalamiin" ini, beliau sangat serius walaupun sekali waktu itupun beliau hanya senyum. Rasullullah bersabda “Innamal a’malu bin niat” (sesungguhnya semua amal itu harus di sertai dengan niat), InsyaAllah sebagai muslim kita memiliki hasrat beribadah ke tanah suci “Mekah Al Mukaromah” akan tetapi mari kita periksa dulu ke dalam diri masing-masing kita, bagaimana kapasitas niat kita dan ini harus di baringi dengan ilmu dan pengamalannya harus tepat sasaran atau mala sebaliknya hanya sekedar niat. Niat “Lillah” adalah ibarat dari "Menolak" (menafikan) niat yang di bangsakan kepada "Qosad (kesengajaan) Nafsu" dan "Qosad (kesengajaan) tafsir". Soal “Lillah” itu adalah ketauhidan atau soal iman dan di suruh ikhlas beragama. Bagaimana kita supaya bisa niat Lillah ! . . . "Qosad (kesengajaan)" lah karena Allah. Hal ini perlu pendalaman ilmu tentang "Iman", tentang "Rukun Islam" yang pertama yakni “Syahadah”, yang sudah di jabarkan postingan yang lalu secara transparan di "Media Sosial" ini.
Agama besar ini semua pakai perhitungan sekecil apapun permasalahannya, dalam penyampaian "Dakwah Islam" harus benar-benar serius dan dapat di pertanggung jawabkan dunia wal akhirat baik bagi yang menyampaikan dan baik pula bagi yang menerima penyampaian, bukan dengan di selingi, canda dan tawa, gelamor, nyanyian-nyanyian dan musik bukan mencari ketenaran atau pencitraan belaka, perhatikan bagaimana "Rasullullah Muhammad SAW", mentabliqkan atau mendakwakan ajaran Islam yang penuh dengan "Rahmatan Lil ‘Aalamiin" ini, beliau sangat serius walaupun sekali waktu itupun beliau hanya senyum. Rasullullah bersabda “Innamal a’malu bin niat” (sesungguhnya semua amal itu harus di sertai dengan niat), InsyaAllah sebagai muslim kita memiliki hasrat beribadah ke tanah suci “Mekah Al Mukaromah” akan tetapi mari kita periksa dulu ke dalam diri masing-masing kita, bagaimana kapasitas niat kita dan ini harus di baringi dengan ilmu dan pengamalannya harus tepat sasaran atau mala sebaliknya hanya sekedar niat. Niat “Lillah” adalah ibarat dari "Menolak" (menafikan) niat yang di bangsakan kepada "Qosad (kesengajaan) Nafsu" dan "Qosad (kesengajaan) tafsir". Soal “Lillah” itu adalah ketauhidan atau soal iman dan di suruh ikhlas beragama. Bagaimana kita supaya bisa niat Lillah ! . . . "Qosad (kesengajaan)" lah karena Allah. Hal ini perlu pendalaman ilmu tentang "Iman", tentang "Rukun Islam" yang pertama yakni “Syahadah”, yang sudah di jabarkan postingan yang lalu secara transparan di "Media Sosial" ini.
Demikianlah wejangan ini “Makna Yang
Tersirat Di Balik Pengamalan Ibada Hajji” Mohon ampun kepada Allah SWT, mohon
ma’af, bila terdapat kesalahan dan sedikitpun tidak ada maksud tertentu, hanya
semata-mata menyampaikan haq Allah, agar kita di hadapan Al Haq, tidak
saling tuding menuding satu di antara kita, atas ma’af yg di berikan, penulis ucapkan tarima kasih,
semoga bermanfa’at, hanya kepunyaan Allah lah segala puji-pujian teragung.
InsyaAllah, kita bahas berikut pekan depan tentang Rukun Islam kelima yakni
“Hajji" (Menjelaskan makna yang tersirat di balik pelaksanaan ibada Tawwaf) di
karenakan saling terkait, kiranya penulis
berharap agar unggahan-unggahan artikel sebelumnya dan sekarang difahami benar-benar,
supaya sebagai bahan acuan untuk melengkapi unggahan-unggahan artikel akan
datang sehingga tidak kehilangan arah dan tujuan ,
إِلهِي لََسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلا, وَلاَ أَقوى عَلَى النّارِ الجَحِيم
Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahim. Yaa .. Allah, hilangkanlah rasa ujub dalam diri kami sehingga kami tidak pernah terlepas dari tali Aqidah yang sangat kokoh, Aamiin . . yaa Robbal 'Aalamiin,
Billahi taufiq wal hidayah.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Kata-Kata Aribillah
"Barangsiapa yang meyombongkan
diri
kepada salah seorang daripada hamba – hamba Allah,
sesungguhnya ia telah
bertengkar dengan Allah pada haknya".
(Imam Al Ghazali)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar