Kamis, 27 Juli 2017

Pohon jelatang di tepi laut,Gugur bunganya di makan ikan,Jika datang si Malaikat maut,Ilmu apakah yang anda gunakan !

                                                                               Bagian  6                                                                 



Barang siapa kenal dirinya maka kenal ia Tuhannya,
Barang siapa kenal Tuhannya maka sesungguhnya, tiadalah dirinya.

,السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ , بــِـسْمِ اللهِ الرَّحْــمٰنِ الرَّحِــيْمِ 
,الحــمدلله ألصــلاة والســلام على رسـول الله
و على آله وصـحبـه اجـمعيـن 
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانِ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ , اَمَّا ب

Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam semesta, berfirman,

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi dosa  orang-orang Mu'min, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu. 
(QS. Muhmmad Ayat : 19)

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Tuhan seru sekalian alam, yang dengan Dia kita hidup, dengan Dia pula kita di matikan dan dengan Dia pula kita di bangkitkan, InsyaAllah kita termasuk golangan orang-orang yang selamat. Sholawat beriringkan salam atas junjungan kita, baginda Rosulullah Muhammad SAW,keluarga dan para sahabat-sahabatnya. Mudah-mudahan syafa’at beliau melimpah dan menghunjam kelubuk hati sanubari kita yang paling dalam seraya dangan syafa’at tersebut kita selamat dari belenggu sifat kemunafiqkan dan kemusyrikan sehingga kita mampu menyikapi keadaan yang meresahkan. Yang mulia tuan-tuan guru Syekh, Kyai, dan Alim Ulama’ rahiimahkumullah, Mohon, izin dan restunya untuk memperkenalkan ilmu "Mujahadah, Musyahadah, Mukasyafah" untuk di sampaikan ke publik, mengingat kondisi saat ini khususnya kepada umat Islam dan jika terdapat kekeliruan dalam penyampaian, mohon diluruskan.

Syukur yang paling dalam penulis mengucapkan terima kasih kepada para penbaca artikel ini yang telah berkenan membaca, memperhatikan dan memahami, dari awal unggahan artikel hingga saat ini, semoga Allah, selalu melimpahkan rahmat dan hidayah Nya, Aamiin. Ikhwan wal Akhwat sekalian  yang di rahmati Allah, penulis berusaha semaksimal mungkin menggunakan bahasa yang mudah di fahami dan berharap kiranya pembaca unggahan artikel ini, untuk tidak terburu-buru, tergesa-gesa, santai dan dalam keadaan tenang, sehingga karunia Allah, berupa faham akan turun,  InsyaAllah.Mari kita menyimak dan perhatikan benar-benar firman yang di sampaikan Allah SWT.

سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

Kami akan mempertontonkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala penjuru dunia dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Akulah yang haq. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS. Fushilat Ayat: 53).


Jika "Ilmu Syari’at" bertujuan untuk mengurusi bagian luar dari tubuh kita atau tepatnya mengurusi yang masalah zhohir atau yang tampak saja, Sementara ilmu yang sudah kita bahas pekan lalu tentang "Ilmu Tarekat", adapun tujuan dan sasarannya adalah sampai kepada memberisihkan "Qalb" (hati) dengan hasil dari "Mujahadah", menghantarkan si "Salik" menuju "Musyahadah" (syahadah) (berpandang-pandangan) kepada "Nurul Haq". Dengan "Nurullah" yang memancar-mancar keseluruh makam (tempat), kebesaran Allah yakni, Latifah-latifah yang berada di dalam diri insan (manusia) dan masih tetap di bimbing oleh "Murysid Tarekat" untuk meneruskan "Amalan Tarekat" dengan aturan-aturan tersebut hingga sampai kepada makam (tempat) "Ruh Thobi’i (tabiat)" ,posisi ini letaknya di kening kepala insan (manusia) yang di penuhi oleh najis-najis batin yang bersifat musyriq (mensyukutukan), lantas sasaran "Zikrullah" di hunjamkan ke kemp-kemp iblis laknatullah hingga bersih dari sifat musyriq (mengsekutukan) Allah, dari makam "Ruh Thobi’i (tabiat) ini posisisi letaknya "Sifat Ilmu" (tahu )"Sifat Ilmu" (tahu) yang ada pada Allah, kenyataan, sama dengan "Ilmun" (Yang Maha Mengetahui), mustahil Allah bersifat "Bodoh" (jahilun). yang ada pada  manusia kenyataan, sama dengan "Bodoh" (jahilun), mustahil manusia bersifat "Ilmun" (Yang Maha Mengetahui) berganti kepada sifat "Ridho", dan "Sifat Fathonah" (mudah memahami sesuatu), memancar  dari makam "Ruh Thobi’i" (tabiat), inilah yang disebut "Hakekat"  diri sebenarnya. 

Jadi "Ilmu Hakekat" itu tujuannya adalah sampai kepada mengenal Allah, untuk melengkapi keterangan mari kita balik kebelakang beberapa pekan yang lalu tentang “Ketika melihat asap seketika itu pula terbakar api”(silakan kunjungi di Blog ini)Dengan penasaran yang kuat di dukung oleh logika,ia pun mendaki bukit tersebut, dengan penuh pertanyaan,dari mana sumber asap, saat ini si Amir berdiri di atas puncak bukit dengan mata kepalanya ia melihat di balik bukit langsung ke bawah, ternyata terdapat bara api yang mengeluarkan asap, lantas ia menuruni bukit tersebut dan menghampiri bara api yang di maksud, posisi si Amir pas di depan "Bara Api" yang sedang mengeluarkan asap. Hal ini di sebut dengan“Tingkatan Iman Haqqul Yaqin”. si Amir dalam keadaan seperti ini,ketika beramal dan beribadah, membenarkan dengan pasti apa yang ia lihat dan saksikan, atas siapa yang memberikan perintah dan yang memberikan larangan. Jadi seorang "Salik" yang sudah sampai "Hakekat" dirinya ia telah sampai kepada tingkatan "Iman Haqqul Yaqin". Sifat musyriq yang selalu mensyekutukan  Allah, 

Al Qur’anul karim karena satu saja ayat Al Qur’an di bantah maka ayat-ayat lainnya terbantahkan,karena satu ayat Al Qur’an dengan ayat lain salin keterkaitan,seperti bentuk lingkaran yang tidak ada cela dan ujungnya, bahkan sifat ego (keakuan) yang di dalam fikiran otak insan (orang) ini mampu memusyriqkan/mensekutukan Allah SWT,sehingga mengklem dirinya tuhan,lihat bagaimana akhir perjalanan Fir’aun dalam sejarah yang ia menobatkan dirinya menjadi  tuhan dan Allah SWT, tenggelamkan berserta bala tentaranya,waktu ruhnya sampai di kerongkongan,ia bertaubat dan mengakui Allah SWT sebagai Tuhannya, akan tetapi taubatnya ditolak. 

Jadi bila "Ruh Thobi’i" itu sudah bersih dari najis batin maka bergantilah menjadi jiwa "Ridho", dan "Sifat Amanah" akan memancar dari "Ruh Thobiat" nya, itulah tingkat "Ilmu Hakekat"  yang sebenarnya karena yang mampu untuk mentasydidkan (membenarkan) Allah, adalah "Ruh Thobi'i" yang ridho Allah sebagai Tuhannya. Mentasydidkan Tauhidun "Sifatullah" (Mengesakan Sifat Allah), di dalam pengetahuannya.
Aqal yang selalu menggunakan akal (logika), acap sekali menanyakan hal-hal yang tidak layak di pertanyakan tentang keberadaan Allah SWT, Tuhan semesta seru sekalian alam, aqal tidak sanggup menjawab apa yang bukan rana ia,missal bertanya“Di Mana Allah SWT ? kalimat inilah yang di sampaikan dari seorang “Orang Atheis” dengan "Al Imam Abu Hanifah"Mari kita ikuti dialog  berikut  : 

“Orang Atheis” bertanya : “Apakah Allah itu ada ? "Imam Abu Hanifah” menjawab : Ya, Allah itu ada. "Orang Atheis” bertanya : Dimana Allah berada ? "Imam Abu Hanifah” menjawab : Allah tidak bertempat. "Orang Atheis” itu lanjut bertanya: Bagaimana mungkin sesuatu yang ada (eksis) tidak mengambil tempat ? "Imam Abu Hanifah” menjawab : Dalilnya ada pada dirimu sendiri. Apa itu ? Maka mulailah “Imam Abu Hanifah” balik bertanya : Apakah kamu yakin di tubuhmu ada Ruh? Jawab “Orang Atheis” itu : Jelas saya yakin. "Imam Abu Hanifah” kembali bertanya :  Dimana Ruhmu ? Apakah di kepala atau di perut atau di kakimu ? Maka menjadi bingunglah "Orang Atheis" itu. “Imam Abu Hanifah” bertanya : Apakah di dalam susu ini ada minyak samin (mentega)? "Orang Atheis” menjawab : Iya, di dalam susu ada mentega. “Imam Abu Hanifah” bertanya :  Apa di dalam susu ada mentega ? Dimana letak menteganya, apakah di bagian atas atau di bagian bawah susu?. Maka menjadi bingunglah Orang Atheis itu (tidak dapat menjawab). Maka “Imam Abu Hanifah” berkata : Sebagaimana tidak di dapatinya tempat bagi Ruh di dalam tubuh dan tempat bagi mentega di dalam susu. Demikianlah pula (dapat di terima oleh Aqal) bagi Allah tidak mengambil tempat di alam semesta ini. Demikianlah "Imam Abu Hanifah" berdialog dengan "Orang Atheis" yang hanya menggunakan "Aqal" ataupun "Logika" saja tentang keberadaan "Di mana Allah SWT ? sungguh "Aqal" tidak sanggup menjawab pertanyaan "Imam Abu Hanifah", Alhamdulillah. 

Ikhwan wal Ahkwat sekalian yang di rahmati Allah, jika dalam pengamalan "Ilmu Tarekat" zikir qalb (hati) si Salik berzikir  اللَّهُ . . اللَّهُ . .  اللَّهُ . . maka dalam tingkatan "Ilmu Hakekat", zikir qalb (hati) rohaninya naik setingkat menjadi zikir nafas, masuk berzikir       Huu . . nafas keluar Allah, Huu . . Allah, Huu . . Allah. Huu . . Allah terus di rasakan si Salik keluar masuknya nafas. Betapa pentingnya "Ilmu Hakekat" untuk mensikapi ke Esaan Allah, akan tetapi orang yang "Berhakekat" tidak di pandang Allah, sebagai Abdi sebelum ia "Bersyari’at", akan tetapi tidak lah sempurnah orang yang "Bersyari’at" tanpa "Berhakekat" karena "Berhakekat" tanpa "Bersyari’at" zindiq, "Bersyari’at" saja tanpa "Berhakekat" fasiq. Tujuan mempelajari "Ilmu Hakekat" bukan untuk menjadi "Sakti Mandraguna", Tahan kebal oleh senjata apapun, Terbang di udara, Lari diatas air dan dapat menghilang" semua itu Bukan! 

Akan tetapi "Agama Islam" turun yang di bawah oleh "Rasulullah Muhammad SAW" beserta kitabullah "Al Qur’an" adalah untuk meluruskan jalan pulang dari "Jalan Sesat" (bengkok) dan mengingatkan bahwa kita dahulu di "Alam Ruh" telah "Bersyahadah" (menyaksikan Allah,Tuhan kita) juga bersih dari "Kepasiqkan, Kemunafiqkan, Kemusyriqkan dan Kekafiran" serta bebas dari "Nafsu Al Amarah dan Nafsu Al Lauwamah". Ikhwan wal akhwat sekalian yang dirahmati Allah, sekali waktu berkunjunglah ke "Rumah Sakit” di sana banyak "Hikmah" yang harus kita peroleh dari sebuah kejadian yang Allah, pertontonkan kepada kita. Dekatilah orang sakit yang sedang “Sakratul Maut”, perhatikan benar-benar. Ketika sesorang sakit yang sedang menghadapi “Sakratul Maut”, posisi sekujur tubuhnya terkulai lemas hanya tinggal nafas naik turun dan bola matanya memandang sesuatu seakan-akan ada yang di lihatnya dan posisi Ruh ketika itu berada di "Kerongkongan" (Khalqun).
فَلَوْلَا إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ.وَأَنْتُمْ حِينَئِذٍ تَنْظُرُونَ.وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَٰكِنْ لَا تُبْصِرُونَ
Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, Padahal kamu ketika itu melihat,Dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada kamu. tetapi kamu tidak melihat. (QS. Al Waaqiah Ayat: 83-85).
Add caption
Ikhwan wal Akhwat sekalian yang di rahmati Allah, "Sifat Ma’ani" yang terpancar dari "Zat Allah", yang ada pada diri kita adalah "Sifat Qudrat, Iradat, Ilmun, Hayat, Sam’un, Bashar, Kalam", yang membuat selama ini kita hidup dan ketika Allah, menentukan ajal seseorang maka beberapa "Sifat" yang kembali lebih awal yakni, "Sifat Qudrat" (tenaga), yang selama ini si insan (manusia) kuat bekerja mencari nafkah, ketika “Sekratul Maut” tubuh yang perkasa lagi kuat menjadi melemah, "Sifat Qudrat" tersebut kembali ke "Qodirun"(Yang Maha Kuasa)"Sifat Iradat" (kehendak), selama sehat si insan (manusia), keinginan makannya selera tinggi apa yang enak di makan, begitu “Sakratul Maut” qalb (hati) terasa hambar, "Sifat Iradat" (berkehendak) tersebut kembali ke "Muridun"(Yang Maha Berkehendak)"Sifat Sam’un"(pendengaran), yang selama ini si insan (manusia) terhibur dengan suara-suara yang merdu lagi asyik ketika "Sakratul Maut” (pendengaran) menjadi tuli, "Sifat Sama" kemabali ke "Sifat Samiun" (Yang Maha Mendengar)"Sifat Bashar"(melihat)", selama ini si insan (manusia) banyak berjalan, banyak yang di lihat yang elok, cantik lagi menarik ketika “Sakratul Maut” mata menjadi buta berlahan-lahan kembali kepada "Sifat Basirun"(Yang Maha Melihat)"Sifat Kalam" (berkata) selama ini insan (manusia) yang ahli dalam retorika pidato dan ahli dalam bicara yang begitu memukau jema’ah, ketika ”Sakratul Maut” fungsi lidah keluh dan kaku, "Sifat Kalam" (berkata) kembali kepada "Sifat Mutakalimun" (Yang Maha Berkata-kata). Tinggal dua Sifat Allah, yang masih tinggal di dalam diri insan (manusia) yakni, "Sifat Ilmu" (tahu) dan "Sifat Hayat" (hidup), ketika hidup seorang yang sedang ‘Sakratul Maut’, tahu apa di saat itu! . . . dan di saat itu pula pintu taubat tertutup. Sebelum kita lanjutkan mari kita ikuti kata-kata filsafah ini : “Pohon jelatang di tepi laut,gugur bunganya di makan ikan, Jika datang si Malaikat maut,ilmu apakah yang anda gunakan” ! . . . di sini kesempatan Iblis laknatullah melampiaskan dendam nya kepada anak cucu "Adam as" ketika terjadi dialog dengan Allah, sesudah Allah menciptakan "Adam as", bahwasanya Iblis berkata”

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ.إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

Iblis menjawab:"Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,
Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas menyembah Engkau di antara mereka.
(QS. Shaad Ayat: 82-83)

itulah dendam kesumat Iblis la’natullah yang diusir dan kutukkan Allah sampai pada hari pembalasan, sampai hari yang telah di tentukan waktunya (kiamat) akan menyesatkan dan mengelincirkan ke "Neraka" seluruh anak-anak cucu Adam as, akan tetapi ia mengakui bahwa ia tidak berdaya menggoda anak cucu "Adam as", yang ia menyembah Allah, dengan "Ikhlas", dari sini kita tarik kesimpulan bahwa "Ikhlas" itu benteng yang sangat kuat dan kokoh, masalahnya apakah itu Ikhlas!  "Ikhlas adalah semata-mata karena Allah", semata-mata "Lillah", bukan karena yang lain dan "Makam"(tempat) Ikhlas ini posisinya di dalam jantung jasmani dua jari dibawah susu kiri yakni "Qalb" (hati) rohani, yang sudah di bahas pekan lalu dengan "Ilmu Tarekat", bertujuan membersihkan "Sifat-Sifat Munafiq " sampai menghasilkan "Sifat Ikhlas".                        (gambar sebagia tamsilan)

Beda dengan seorang Mu’min dan Muslimat, ketika Allah, telah menentukan ajal kepada seseorang Abdi Allah, begitu menghadapi "Sakratul Maut", ia tenang karena apa yang ia rasakan adalah haq Allah, "Malaikat Izrail as" tidak sanggup mencabut nyawa si Mu’min dan Mu’minat karena sekujur zhohir dan batinnya berzikir terus tidak terputus (Zikir Daimun), dengan “Salam” yang di sampaikan dari Allah, orang tersebut dengan kelembutan, Ruhnya meninggalkan jasad seperti sehelai rambut yang keluar secara berlahan dari tumpukkan tepung, sungguh lembut. Untuk menjawab dari filsafah di atas perlulah kita simak “Anak nelayan pergi  kelaut, membawa taut penangkap ikan, Jika datang si Malaikat maut, ilmu Hakekat itu, kita gunakan” saat Ruh berjalan di iringi Zikir sehinga ia "Ikhlas" menghadap sang "Kholiq", selama hidupnya, beliau rajin dan tekun menuntut dan mengamalkan ilmu agama Islam secara "Khaffah" (menyeluruh), pada akhir hidupnya dan ajalnya datang, "Ilmu Hakekat" inilah yang di gunakan beliau untuk menghadapi “Sakratul Maut” karena dia tahu siapa yang datang untuk menyambut Ruhnya yang sedang "Bermusyahadah" (menyaksikan) Allah, bahwasanya dari Allah kembali kepada Allah ,hal yang demikian di sebut "Husnul Khotimah" (baik kesudahan). Disaat itu pula Iblis la’natullah mencari kesempatan untuk melampiaskan dendamnya dan menjelmah menghampiri  manusia yang sedang “Sakratul Maut”, di saat-saat terakhir ia mengaku bahwah ia tuhannya manusia. Jika manusia selama hidupnya tidak pernah "Kenal Tuhan" nya bahkan menentang "Al Qur’an dan Al Hadits", ia akan mengikuti apa kata Iblis la’natullah, Na’uzdubillah mingzalik.

أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ ۗ . . .

Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, . . . . . (QS. An Nisa:78)

Jika sudah ajal datang, "Malaikat Maut" (Malaikat Izrail), siap mengemban tugasnya, sehebat dan sesakti apapun itu manusia, akan keok juga. Ikhwan wal Akhwat sekalian yang dirahmati Allah,Demikian pentingnya "Ilmu Hakekat", disaat Ruh sampai di "Kerongkongan" (Khalqun), dan disaat itu pula, harta yang melimpah ruah, karib kerabat yang banyak, anak yang di bangga-banggakan, suami yang di eluh-eluhkan, istri yang dicintai bahkan, "Ilmu Syari’at" pun tidak berguna lagi sampai lewat batas dari "Kerongkongan" (Khalqun) hingga "Alam Barzah" dan seterus nya. Di "Alam Barzah" (alam penantian), Jirim  (tubuh kasar kita yang berasal dari empat unsur yakni anasir, "Tanah, Air, Angin dan Api" akan kembali ke asalnya masing-masing sementara Ruh akan mempertagung jawabkan atas perbuatan "Amal dan Ibadah" nya selama di massa hidup di "Alam Dunia".

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ.ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً.فَادْخُلِي فِي عِبَادِي.وَادْخُلِي جَنَّتِي

Hai jiwa yang tenang.Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku,Masuklah ke dalam syurga-Ku. (QS. Al Fajr Ayat: 27-30).

Demikianlah Allah, pertontonkan kekuasaan Nya baik melalui "Alam Semesta" ini maupun pada diri manusia itu sendiri bahwa "Akulah yang Haq" agar mereka menggunakan aqal fikiran mereka, yang disinggung di dalam "Firman Allah SWT", (QS. Fushilat Ayat: 53). Mohon ampun kepada Allah, mohon ma’af, bila terdapat kesalahan dan sedikitpun tidak ada maksud tertentu, hanya semata-mata menyampaikan haq Allah, agar kita di hadapan Al Haq, tidak saling tuding menuding satu di antara kita, atas ma’af  yang diberikan, penulis ucapkan tarima kasih, semoga bermanfa’at, hanya kepunyaan Allah lah segala puji-pujian teragung.InsyaAllah, kita lanjutkan artikel berikut yang bertemakan "Mukasyafah", di karenakan saling terkait, kiranya  penulis berharap agar unggahan-unggahan artikel sebelum dan sekarang di fahami benar-benar, agar supaya sebagai bahan acuan untuk melengkapi unggahan-unggahan artikel yang akan datang sehingga tidak kehilangan arah dan tujuan ,

إِلهِي لََسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلا, وَلاَ أَقوى عَلَى النّارِ الجَحِيم

Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahim. Yaa .. Allah, hilangkanlah rasa ujub dalam diri kami sehingga kami tidak pernah terlepas dari tali Aqidah yang sangat kokoh,  Aamiin . . yaa Robbal 'Aalamiin, 
Billahi taufiq wal hidayah
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 


Kata-Kata Arifbillah

"Ilmu itu kehidupan hati daripada kebutaan, 
sinar penglihatan daripada kezaliman 
dan tenaga badan daripada kelemahan". 
(Imam Al Ghazali)
                  










Tidak ada komentar:

Posting Komentar