Kamis, 03 Agustus 2017

Makna Yang Tersirat Di Balik Amal dan Ibadah “Wukub di Arafah"

                                                                                                         Artikel bagian 19


Adalah Aku satu perbendaharaan yang tersembunyi, 
Maka inginlah Aku supaya di ketahui siapa Aku.
Maka Aku jadikanlah makhluq Ku, 
Maka dengan Allah mereka mengenal Aku

,السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ,بــِـسْمِ اللهِ الرَّحْــمٰنِ الرَّحِــيْمِ 
,الحــمدلله ألصــلاة والســلام على رسـول الله
و على آله وصـحبـه اجـمعيـن 
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِاِحْسَانِ اِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ, اَمَّا ب

Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam semesta, berfirman,

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي 

Wahai jiwa yang tenang ! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke dalam syurga-Ku. (QS. Al Fajr Ayat : 27 – 30)

Alhamdulillah, segala puji  dan puja bagi Allah, Dialah cahaya langit dan bumi, Dia memberikan cahaya Nya di waktu malam gelap gulita, Dia memberikan penerangan dengan cahaya Nya yang bagi siapa-siapa saja yang menghampiri Nya dan Dia membukakan hijab dari yang menutupi cahaya sehingga berdampakkan Nurin ala Nurin, bagi siapa-siapa yang dikehendaki Nya. sehingga sampai kepada saat ini, umur kita masih berkhah di dalam Imani wal Islami, sehingga dengan kekuatan dorongan Imani wal Islami tersebut kita mempunyai kemampuan menyisihkan waktu untuk membaca dan memahami artikel yang penulis unggah dalam rangka meneruskan kewajiban yaitu menambah Ilmu pengetahuan agama.
           
Sembari kita iringkan sholawat beserta salam kepangkuan rohaniah junjungan kita pimpinan agung Nabi besar Muhammad SAW, yang di utus oleh Allah ta’ala spesialis zulumati Ilaa nur, untuk memandu umat manusia supaya keluar dari lembah hina, hidup zulmah (gelap) tanpa aturan illa nur menujuh arah cahaya yang terang benderang, di seluruh aspek kehidupan zhohir dan batin, baik itu untuk kepentingan duniawi wal akhirati, di sana di atur oleh Allah spesialis menurut kebutuhan manusia itu sendiri, kiranya mari kita sama berharap agar senantiasa Allah ridho atas kerja baik yang kita lakukan, sehingga syafa’at Rasulullah, tersebut melimpah dan menghunjam  kelubuk jiwa kita bersama. Yang mulia tuan-tuan guru Syekh, Kyai, dan Alim Ulama’ rahiimahkumullah, mohon, izin dan restunya untuk membahas tentang Rukun Islam, kelima yakni,”Hajji dan Umroh” (dalam pengkajian nantinya kita hanya membahas tentang, Makna Yang Tersirat Di Balik Amal dan Ibadah Wukuf di Arafah rukun Islam pertama “Syahadah” sangat berpotensi kuat sekali dalam hal ini, melihat kondisi kepada khususnya  umat Islam dan jika terdapat ke keliruan dalam penyampaian, mohon di luruskan. Alhamdulillah, pada kesempatan ini kita dapat bertemu kembali dalam keadaan sehat wal afi’at dan mudah-mudahan Allah SWT, selalu meridhoi amal dan ibadah kita Aamiin . . yaa Robbal ‘Aalamiin.

Dengan rasa syukur yang mendalam penulis berterima kasih sekali kepada Ikhwan wal Akhwat, yang telah berkenan membaca, memperhatikan dan memahami dari awal unggahan postingan hingga saat ini, mudah-mudahan Allah SWT, selalu meridhoi amal dan ibadah kita Aamiin . . yaa Robbal ‘Aalamiin.Dan harapan penulis untuk menanggapi artikel yang diungga kiranya kita menggunakan ilmu dalil (bukti) dari Al Qur‘an, ilmu madlul (yang di buktikan) dari Al Qur’an dan Ayat Muktamat (ayat yang terang artinya tidak memerlukan penafsiran) dan ayat muktasabihat (ayat yang perlu penjelasan) dari Al  Qur’an Alhamdulillah, InsyaAllah, dari awal hingga saat ini kita mengupas terus masalah pokok-pokok agama besar ini (agama Islam) yakni, "Rukun Islam, Rukun Iman dan Rukun Ikhsan" yang saling keterkaitan satu dengan yang lainnya, khususnya kepada Rukun Islam Pertama “Syahadah” sebagai pondasi kekuatan yang sangat dahsyat yang tidak boleh terlepas dari amalan-amalan lainnya, itu yang di sebut “Tauhid” ataupun “Aqidah” tetap pertahankan walaupun kita harus menggigit sekuat-sekuatnya dengan gigitan gigi graham sekalipun apa yang akan terjadi, sekalipun itu nyawa taruhannya, demi mentauhidkan Allah, hingga ke alam akhirat yang kekal dan abadi.Prinsif yang selalu harus benar-benar kita pengangi adalah Firman Allah SWT, berikut. 
      
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولً
Jangan kamu turutkan amal yang kamu tidak mengerti ilmunya, Sesungguhnya nanti, telinga kamu, mata kamu, hati kamu semua masing-masing akan di tanyai pertanggung jawabannya, kamu perturutkan amal padahal kamu tidak mengerti apa yang kamu amalkan. (QS. Al Isra’ Ayat : 36).

Wukuf adalah kegiatan utama dalam ibadah hajji. Dari awal amalan dan ibadah Tawwaf, seorang Abdi Allah, mengelilingi Ka’bah (Baitullah), yang cahaya berdampakan cahaya dari qalb (hati) Abdi Allah dengan cahaya Ka’bah. Jangan kita berfikir dan menyangka bahwa Thawaf mengelilingi Ka’bah hanyalah Thawaf tubuh saja, tetapi juga Thawaf qalb (hati) dengan selalu berzikir (daiman) kepada Nya. Pahamilah bahwa Thawaf yang di hargai adalah Thawafnya hati Sang Maharaja. Dia tidak dapat di saksikan dengan mata lahiriah, Hati atau jiwa berada di dunia spiritual (alam malakut), sedang tubuh atau raga berada di dunia material (alam mulk/nyata)*. Bahkan, inti ibadah haji adalah wukuf di Padang Arafah. Bila dalam rangkaian kegiatan haji jamaah tidak dapat melaksanakan wukuf dengan baik, maka tidak sah ibadah hajinya. Wukuf dilaksanakan hanya pada satu hari (siang hari) pada tanggal 9 Dzulhijjah pada penanggalan Hijriyah.

Cara pelaksanaan ibadah wukuf ini adalah dengan berdiam diri (dan berdoa) di padang luas di sebelah timur luar kota Mekkah, Di daerah terbuka yang gersang tanpa bangunan inilah, lebih dari dua juta umat Islam dari berbagai pelosok dunia selalu berkumpul tiap tahunnya melaksanakan wukuf. Wukuf adalah puncaknya haji. Secara fisik, wukuf Arafah adalah puncak berkumpulnya seluruh jamaah, yang berjumlah jutaan, dari penjuru dunia dalam waktu bersamaan. Physically, wukuf Arafah, Secara amaliah, wukuf Arafah mencerminkan puncak penyempurnaan haji. Di Arafah inilah Rasulullah menyampaikan khutbahnya yang terkenal dengan nama khutbah wada' atau khutbah perpisahan, karena tak lama setelah menyampaikan khutbah itu diapun wafat. Di saat itu, ayat Al-Qur'an, surat al-Maa'idah ayat 3 turun sebagai pernyataan telah sempurna dan lengkapnya ajaran Islam yang disampaikan Allah SWT melalui Muhammad SAW. Surat al-Maa'idah Firman Allah SWT :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“..Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu….” (Al-Maa'idah:3)

Arafah merupakan gambaran padang Mahsyar, yang nantinya semua makhluk dikumpulkan disana sebelum melangkah ke surga atau neraka. Kehadiran di Arafah memberi arti dan nuansa akhirat dengan Mahsyarnya, sekaligus merenunginya untuk bersiap-siap menghadapi hal itu. . Arafah juga merupakan tempat bertemunya Adam dan Hawa setelah beratus tahun saling mencari di muka bumi. Arafah Disini masing-masing jamaah dipersilahkan untuk mengkondisikan dirinya berkonsentrasi kepada Allah, melakukan perenungan atas dirinya, apa yang telah dilakukan selama hidupnya, merenungi kebesaran Allah melalui Asmaul Husna-Nya, mulianya hari Arafah ini, meski wukuf hanya beberapa jam saja. . Sungguh sangat penting diam di Arafah, disaksikan dari dekat oleh Allah SWT dan dibangga-banggakan-Nya di depan para malaikatnya.  Apa balasan (bagi) hamba-Ku ini, ia bertasbih kepada-Ku, ia bertahlil kepada-Ku, ia bertakbir kepada-Ku, ia mengagungkan-Ku, ia mengenali-Ku, ia memuji-Ku, ia bershalawat kepada nabi-Ku.  Saksikanlah, bahwasanya Aku telah mengampuninya, Aku memberi syafaat (bantuan) kepadanya. . Jika hambaku memintanya tentu akan Kuberikan untuk semua yang wukuf di Arafah ini.” Alhamdulillah. 

Wukuf di Arafah adalah sebuah bentuk gambaran ketika manusia berkumpul di Padang Mahsyar nanti, ketika manusia dibangkitkan kembali dari kematian dan berwukuf dihandapan-Nya. Dimana pada saat itu, semua manusia berada dalam kedudukan yang sama di mata Allah SWT. Tidak ada perbedaan ras dan kedudukan, yang membedakan hanyalah kualitas dari ketaqwaannya kepada Allah SWT. Waktu wukuf disunnahkan dilaksanakan sejak tergelincir matahari sampai terbenam matahari dan mengahadap kiblat. Hal ini dijelaskan dalam hadist berikut ini: 

Dari Ali Bin Abu Thalib ra, Rasulullah saw wuquf di Arafah lalu bersabda: “Ini adalah tempat wuquf, dan semua Arafah adalah tempat wuquf”. Lalu beliau bertolak (meninggalkan Arafah) ketika matahari terbenam (at-Tirmidzi) 

“Wuqub” dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah “Diam” dan Arafah dalam kamus Bahasa Arab adalah “Mengenal” Jadi jika kedua kata ini satukan dalam arti kata adalah diam dan mengenal diri, itu artinya “Man Arrofa Nafsahu Faqod Arrofah Robbahu “ (Barang siapa kenal dirinya maka kenal ia Tuhannya). “Wa Man Aroffa Robbahu Faqod Fajasal Jasadi” (Barang siapa kenal Tuhannya maka sesungguhnya tiadalah dirinya), maksud arti tiada dirinya adalah bukan seperti es yang mencair dan bukan seperti lilin yang meleleh atau seperti besi melebur yang dimasak diatas tungku, bukan, akan tetap menafikan (meniadakan) keinsanan di dalam mengisbatkan (menetapkan) Allah di dalam dirinya. 


Mengikuti perjalanan Abdi Allah, dengan mengamalkan amal ibadah Wuqub, suatu amal dan ibadah pokok (utama), untuk itu Abdi, bersuci, berniat qosad lillah, berdo'a dan mengambil tempat dalam posisi duduk Tasyhud, dengan kerendahan qalb (hati) yang tulus sembari dalam keadaan nafi (tiada) di dalam isbat (tetap) nya Allah SWT, (dalam hal ini agar tiada menyimpang dan gagal faham dari tujuan utama, disini penulis menekankan bahwa nafi Abdi dan isbatnya Allah, tetap Abdi di dalam posisi Syari'at dan Hakekat. "Sifat Ma’ani  yakni,  Sifat Qudrat , Iradat, Ilmu, Hayyat, Sama’, Basyar dan Kalam, pada diri Abdi  wajib bersifat Azizun (lemah), Karihun (benci), Jahilun (bodoh), Maytun (mati), Amyun (tuli), ‘Umyun (buta), Bu’mun (bisu/gagu) dan dalam keadaan duduk Tasyhud berlaku wajib pula bagi Allah SWT, bersifat Qodirun (Maha Berkuasa), Muridun (Maha Berkehendak), Ilmun (Maha Mengetahui), Hayyun (Maha Hidup), Sami’un (Maha Mendengar), Basyirun (Maha Melihat) dan Mutakalimun (Maha Berkata-kata), inilah Sifat Ma’nawiyah  yang wajib bagi Allah dan mustahil bagi Abdi ** , dalam keadaan itu pula qalb (kemauan) Abdi , membesarkan sifat Jalal (kebesaran Nya), aqal (pemikiran) Abdi , memuji sifat Jamal (ke indahan Nya) dan perasaan (ruh) Abdi, mensucikan sifat Kamal (ke sempurnaan Nya), seiring berlangsungnya Mukhasyafah antara Abdi dan Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam, dan InsyaAllah pada saat bersamaan Allah menurunkan hidayah kepada Abdi Nya, sifat Fathonah kepada Jisim (perbuatan) nya, Tabliq kepada qalb (keinginan) nya, Amanah kepada otak (pemikiran) nya dan Siddiq kepada ruh (perasaan) nya. Peristiwa ini di sebut Nurin ala Nurin (cahaya di atas cahaya) sehingga menimbulkan ketenangan dan ketentraman terhadap Abdi Allah dengan tentramnya perasaan, dengan tentramnya pemikiran, dengan tentramnya keinginan dan dengn tentramnya perbuatan, dan Allah mempersilahkan kepada Abdi Allah memasuki Jannah Nya, dengan firman Allah SWT.

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ , ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً فَادْخُلِي فِي عِبَادِي وَادْخُلِي جَنَّتِي 

Wahai jiwa yang tenang ! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku, Masuklah ke dalam syurga-Ku. (QS. Al Fajr Ayat : 27 – 30)

Atas dasar pertolongan Allah berupah Sifat Fathonah, Tabliq, Amanah, Siddiq akan menjadi kan diri Abdi sebagai Hajji Mabrur dan membawah reformasi  besar pada diri zhohir dan bathin umat Islam maupun alam mikro dan alam makro serta sebagai rahmatan lil ‘Aalamiin bagi negeri-negeri asalnya..

Harta perbelanjaan dan perbekalan harus berasal dari harta yang halal. Tangannya harus terbebas dari ‘belenggu’ perniagaan, perdagangan dan segala keinginan atau cita-cita yang berniat hendak mencerai beraikannya. Segala cita-cita harus tertuju semata-mata hanya bagi Allah SWT dan terus menerus menentramkan qalb (hati) dengan zikrullah serta mengagungkan syiar-syiar agama Nya. Dalam sebuah hadits di terangkan “Pada akhir zaman nanti, manusia berduyun-duyun datang untuk menunaikan hajji, tetapi kedatangan mereka ke sana hanyalah untuk empat macam, yaitu (1) para pejabat atau sultan dan hadir hanya untuk mengukuhkan kekuasaannya atau pelisir ; (2)orang kaya pergi ke Tanah Suci hanya untuk berdagang atau berniaga; (3)orang miskin hanya untuk meminta-minta (4) orang alim hanya untuk mencari nama, popularitas, dan terkenal” Hadits ini menunjukkan hal-hal duniawi dalam kaitannya dengan hajji. Maka bagi yang melakukannya, hajjinya tidak berpahala, mala sia-sia, dilihat dari segi Syari’at Hajji, karena hal ini telah keluar dari Hakekat Hajji ***
Demikianlah penjelasan  ini yang bertemakan, Makna Yang Tersirat Di balik Amal dan Ibadah “Wukuf di Arafah”, Mohon ampun kepada Allah, mohon ma’af, bila terdapat kesalahan dan sedikitpun tidak ada maksud tertentu, hanya semata-mata menyampaikan haq Allah, agar kita di hadapan Al Haq, tidak saling tuding menuding satu diantara kita, atas ma’af  yang diberikan, penulis ucapkan tarima kasih, semoga bermanfa’at, hanya kepunyaan Allah lah segala puji-pujian teragung. InsyaAllah, kita bahas berikut pekan depan tentang "Rangkuman Rukun Islam, Rukun Iman dan Rukun Ikhsan" yang telah di uraikan   kiranya  penulis berharap agar unggahan-unggahan artikel sebelumnya dan sekarang di fahami benar-benar, supaya sebagai bahan acuan untuk melengkapi unggahan-unggahan artikel akan datang sehingga tidak kehilangan arah dan tujuan ,


إِلهِي لََسْتُ لِلْفِرْدَوْسِ أَهْلا, وَلاَ أَقوى عَلَى النّارِ الجَحِيم

Wahai Tuhanku ! Aku bukanlah ahli surga, tapi aku tidak kuat dalam neraka Jahim. Yaa .. Allah, hilangkanlah rasa ujub dalam diri kami sehingga kami tidak pernah terlepas dari tali Aqidah yang sangat kokoh, Aamiin . . yaa Robbal Aalamiin,.
Billahi taufiq wal hidayah.
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ 




Kata-Kata Arifbillah

Kadang kala hati diam bersama cahaya,
sebagaimana nafsu terhijab dengan
tebalnya benda-benda. (Syaikh Ibnu ‘Atha’illah)

                                              

Footnote

*        Kitab Ihya 'Ulumuddin karya Imam Al Ghazali
**      Kitab 'Sifat Dua Puluh' oleh; Al Habib Usman bin Abdullah bin Yahya
***  Kitab Ihya 'Ulumuddin karya Imam Al Ghazali

                                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar